WALHI adalah forum organisasi Non Pemerintah, Organisasi Masyarakat dan kelompok pecinta Alam terbesar di Indonesia.WALHI bekerja membangun gerakan menuju tranformasi sosial, kedaulatan rakyat dan keberlanjutan Lingkungan Hidup.

Kunjungi Alamat Baru Kami

HEADLINES

  • Pengadilan Tinggi Nyatakan PT. BMH bersalah dan Di Hukum Ganti Rugi
  • Walhi Deklarasikan Desa Ekologis
  •   PT. Musi Hutan Persada/Marubeni Group Dilaporkan ke Komisi Nasional HAM
  • PT.BMH Penjahat Iklim, KLHK Lakukan Kasasi Segera
  • Di Gusur, 909 orang petani dan keluarganya terpaksa mengungsi di masjid, musholla dan tenda-tenda darurat

Senin, Agustus 29, 2016

Walhi Sumsel : Penegakan Hukum Perusahaan Pembakar Hutan masih Setengah Hati!


Ringkasan Putusan Pengadilan Tinggi Terkait Banding KLHK VS PT. BMH atas Kasus Kebkaran Hutan seluas 20.000 Ha pada 2014 lalu di Kabupaten Ogan Komering Ilir
Palembang, 28 Agustus 2016. Pengadilan Tinggi Palembang akhirnya mengabulkan materi banding Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) atas putusan Pengadilan Negeri Palembang yang memenangkan PT. Bumi Mekar Hijau (BMH) terkait perkara kebakaran hutan dan lahan seluas 20.000 Hektar di Kabupaten Ogan Komering Ilir pada 2014 lalu. Putusan ini juga secara otomatis membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Palembang Nomor: 24/Pdt.G/2015/PN.Plg yang dipimpin oleh Parlas Nababan pada 30 Desember 2015.
Sampai saat ini, WALHI Sumsel masih menunggu salinan dokumen lengkap hasil putusan Pengadilan Tinggi, karena informasi yang didapat melalui situs resmi masih berupa ringkasan. Namun menurut Direktur Eksekutif WALHI Sumsel Hadi Jatmiko, Putusan Pengadilan tinggi yang dipimpin Hakim Mabruq Nur, SH., MH. dengan anggota Agus Hariyadi, SH, MH dan Ketua Majelis 2 Muzaini Achmad,SH., MH setidaknya patut di Apresiasi karena telah menyatakan PT. BMH terbukti bersalah membakar hutan. Walaupun disisi lain mengecewakan, karena jika membaca ringkasan amar putusan Pengadilan Tinggi Palembang pada pokok perkara putusan ini, tergugat/terbanding hanya dituntut membayar ganti rugi 78,5 Milyar atau hanya 1 persen dari jumlah tuntutan Penggugat yang mencapai 7.8 triliun. Nilai ini tidak dapat mencukupi untuk memulihkan hutan dan gambut yang mengalami kerusakan akibat kebakaran didalam Konsesi Perusahaan, yang luasan izinya mencapai 250.000 Hektar atau 5 kali luas kota Palembang.
Dokumen lengkap hasil putusan tersebut menjadi sangat penting untuk diketahui oleh publik secara luas apalagi hal ini diatur dalam Undang Undang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) Nomor 14 tahun 2008, serta Surat Keputusan Mahkamah Agung Nomor : 1-14/4/KMA/SK/I/2011 terkait Pedoman pelayanan Informasi di pengadilan, jika salinan putusan ini dibuka/dipublikasi dengan cepat maka Publik dapat melihat sejauhmana keadilan ditegakkan, apa dasar pertimbangan hakim dalam mengambil Putusan yang hanya mengabulkan ganti rugi 78,5 milyar,menolak tuntutan Provisi pengugat serta penyitaan aset perusahaan sebagai jaminan.
Putusan ini secara garis besar belum cukup untuk memberikan efek jera kepada PT. BMH, karena selama 5 tahun terakhir didalam konsesinya selalu ditemukan kebakaran. Termasuk di tahun 2016 ini, pantauan satelit masih terdapat hot spot di konsesinya.Ungkap Hadi Jatmiko
Untuk itu ditambahkan oleh Hadi Jatmiko, Jika pemerintah serius menghentikan Karhutlah dan melindungi masyarakat dari Racun asap Karhutlah serta berkomitmen untuk memperbaiki tata kelola hutan dan lahan, maka penegakan hukum kejahatan Lingkungan Hidup yang dilakukanperusahaan tidak boleh hanya menunggu kasus di meja hijaukan. Belajar dari pengalaman terhadap penegakan Hukum pidana karhutlah tahun 2015 yang ditangani Kepolisian sumsel, Aparat penegak hukum hanya bernyali mempidana Rakyat/Petani dan masyarakat adat namun takluk berhadapan perusahaan. Maka harus ada tindakan lainnya dari Pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), yaitu melakukan langkah hukum lainnya sesuai Undang Undang 32 Tahun 2009 berupa pemberian sanksi Administrasi terhadap PT. BMH yaitu pencabutan izin. apalagi catatan Walhi Sumsel selama tahun 2014-2015 hutan terbakar di konsesi PT. BMH Kurang lebih seluas 160.000 hektar.
Kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Indonesia khususnya Sumatera selatan adalah bukti nyata bahwa pemberian penguasaan sumber daya alam dari negara ke korporasi sudah gagal, sudah sepatutnya negara melalui pemerintah pusat maupun di daerah untuk mendorong pengelolaan hutan dan lahan oleh masyarakat segera dengan mempermudah proses izin pengelolaan dan Pengakuan Hak masyarakat baik dalam hutan maupun di lahan. Karena tidak diragukan lagi pengelolaan dan penguasaan hutan dan lahan oleh masyarakat terbukti arif dan bijaksana serta mementingkan kesedian dukungan lingkungan yang baik untuk generasi mendatang. Sejalan dengan itu pemerintah harus segera melakukan audit,review, serta pencabutan izin perusahaan Penyebab Konflik, Perampas dan perusak lingkungan hidup. Jika ini dilakukan maka Indonesia adil dan lestari akan segera terwujud. 

Informasi lebih lanjut:
Hadi Jatmiko, Direktur Eksekutif WALHI Sumsel (08127312042)


Catatan untuk Redaktur :
  1.   Ringkasan amar putusan Banding Pengadilan Tinggi Palembang terkait kasus Perdata KLHK vs PT. BMH terdapat di www.infoperkara.pt-palembang.go.id/_homeperdata_detail.php?id=Y1cyCmJW dan diakses Walhi Sumsel pada 26 Agustus 2016, Pukul 15.53 Wib
  2. Terkait kasus Pidana Karhutlah 2015 dari 38 Perkara yang di tangani oleh POLDA Sumsel dan Polres hanya 8 kasus yang tersangkanya Perusahaan, 1 Kasusnya telah di SP 3 dengan alasan tidak cukup Bukti. Sisanya 15 kasus masih dalam penyelidikan sehingga belum ada tersangka baik perusahaan maupun Individu dan 15 kasus lainnya dengan tersangka Individu berupa masyarakat, PNS dan Karyawan Perusahaan. Selanjutnya terkait kasus yang ditangani oleh KLHK hanya 1 Kasus yang masuk pengadilan di Jakarta yaitu Pembakaran yang dilakukan oleh PT. WAJ yang berada di kabupaten OKI sedangkan untuk Perusahaan yang diberikan Sanksi Pembekuan atas Kebakaran Hutan dan lahan pad 2015 lalu sanksinya telah di hentikan.



Artikel Terkait:

0 komentar: