WALHI adalah forum organisasi Non Pemerintah, Organisasi Masyarakat dan kelompok pecinta Alam terbesar di Indonesia.WALHI bekerja membangun gerakan menuju tranformasi sosial, kedaulatan rakyat dan keberlanjutan Lingkungan Hidup.

Kunjungi Alamat Baru Kami

HEADLINES

  • Pengadilan Tinggi Nyatakan PT. BMH bersalah dan Di Hukum Ganti Rugi
  • Walhi Deklarasikan Desa Ekologis
  •   PT. Musi Hutan Persada/Marubeni Group Dilaporkan ke Komisi Nasional HAM
  • PT.BMH Penjahat Iklim, KLHK Lakukan Kasasi Segera
  • Di Gusur, 909 orang petani dan keluarganya terpaksa mengungsi di masjid, musholla dan tenda-tenda darurat

Rabu, Mei 25, 2016

5 Tahun Moratorium Menjadi Kamuflase Regulasi Eksploitasi SDA Indonesia


Jakarta Mei 2016, Dalam momentum 5 Tahun Moratorium Hutan Indonesia, WALHI menggelar konferensi pers, untuk mengingatkan beberapa fakta di sector kehutanan selama masa moratorium.
Zenzi Suhadi, Manager Kampanye WALHI Nasional dalam pembukaan konferensi pers menyampaikan bahwa “selama 5 tahun masa moratorium proses penghancuran hutan alam dan gambut terus dilakukan oleh korporasi dan pemerintah melalaui berbagai modus operandi, dimulai dari penerbitan regulasi yang kontradiksi dengan moratorium seperti PP 60/61 Tahun 2012, pembelokan substansi intruksi, pengabaian hingga pelanggaran terhadap Intruksi Presiden tentang penundaan izin baru”.
Ahmad Fandi Deputi Direktur WALHI Kalimantan Tengah, dalam kesempatan yang sama memaparkan bahwa “selama 5 tahun moratorium kawasan moratorium justru berkurang seluas 1,995,125.48 hektar untuk mengakomodir kepentingan korporasi, pada Peta Indikatif Penundaan Izin Baru (PIPIB 1 ) tahun 2011 luas areal moratorium di Kalimantan Tegah mencakup  5,784,212.00 hektar pada akhir 2015 yang lalu di  PIPIB 9 areal moratorium tinggalseluas 3,789,086.52 hektar. areal moratorium cenderung berkuarang. Pengurangan tersebut  1,995,125.48 ha”.
“Fakta lain selain tengurangan diatas saat ini terdapat 83 Unit izin sawit seluas 617.066 hektar masuk dalam kasawan gambut, Sebanyak 75 unit seluas 245,727 hektar masuk dalam kawasan moratorium, dan selama moratorium terjadi pengurangan tutupan hutan seluas 143.262,29 hektar yang artinya moratorium itu tidak menghentikan proses deforestasi dan degradasi hutan”.
“Dalam 5 tahun ini juga terjadi Pelepasan kawasan hutan seluas 773.286,84 hektar di Kalimantan tengah, yang artinya selama moratorium, kementerian kehutanan  sendiri justru memberikan peluang deforestasi”. Tutup Fandi
Sedangkan menurut Hadi Jatmiko, Direktur WALHI Sumatera Selatan “Di Sumatera Selatan sebanyak 114 izin usaha sector sumber daya dalam telah menguasai dan merusak 67,74 %  kawasan gambut seluas 851.169,23 hektar dari total luas 1.256.502,34 hektar wilayah gambut Sumsel, 49 unit izin perkebunan diantaranya berada di lahan gambut dengan kedalaman diatas 3 meter”.
“’Total kawasan gambut dalam di sumsel yang telah dikonversi menjadi IUP Perkebunan, Tambang dan Hutan Tanaman telah mencapai 40 %, ini menjelaskan kenapa di 5 tahun terakhir  titik api kebakaran hutan dan lahan di sumatera selatan terus meningkat”’
“”Kalau beban perizinan atau konsesi di kawasan gambut tidak segera dikurangi oleh pemerintah, maka kebakaran hutan dan lahar akan terus dalam status tak terkendali”
Anton P. Wijaya Direktur WALHI Kalimantan Barat, dengan nada yang sama memaparkan kondisi di Kalimantan Barat tidak jauh berbeda bahwa Moratorium berdasarkan peta indikatif tidaklah efektif untuk menghentikan kerusakan hutan “ Contohnya di Kalimantan Barat, kita menemukan adanya  wilayah dalam  41 izin IUPHHK seluas 2.008.523.83 hektar berada di areal moratorium pada PIPIB IX seluas   76.285.23 hektar,  ditambah 40 izin perkebunan sawit 63.194.13 hektar  dari total luas  469.837.54. hingga hari ini areal moratorium yang justru dibebani izin eksploitasi mencapai  139.479.36 hektar”.
“”Informasi ini menjelaskan kepada kita bahwa komitmen Presiden yang tertuang dalam Intruksi Presiden tersebut, tidak menjadi penghalang berarti bagi perusahaan dan termasuk jajaran pemerintahan untuk tetap berupaya melakukan penghancuran hutan dan gambut di Kalimantan Barat.
Kisworo, Direktur WALHI Kalimantan Selatan, memberikan informasi yang berbeda , menurut Dia “”Mestinya Moratorium itu tidak hanya untuk mencegah deforestasi dan degradasi saja, tetapi mestinya diputuskan demi untuk melindungi kehidupan rakyat, Saya ambil contoh di Kalimantan Selatan ketika Bupati mencabut izin Lokasi PT. Globalindo Nusantara Lestari yang berada dalam areal moratorium, sesungguhnya Bupati Kabupaten Hulu Sungai Tengah bukan saja mencegah deforestasi tetapi juga menyelamatkan kehidupan masyarakat yang bergantung dan terikat pada wilayah tersebut””. Tutup aktivis gondrong ini.



Artikel Terkait:

1 komentar:

Unknown mengatakan...

wow perlu revisi ulang moratorium atau perlu juga keluarnya perpress agar hutan lindung kita terjaga dari para pencuri. ooo iya kak kalau ingin tahu tentang web gratis yukk disini saja.. terimakasih