WALHI adalah forum organisasi Non Pemerintah, Organisasi Masyarakat dan kelompok pecinta Alam terbesar di Indonesia.WALHI bekerja membangun gerakan menuju tranformasi sosial, kedaulatan rakyat dan keberlanjutan Lingkungan Hidup.

Kunjungi Alamat Baru Kami

HEADLINES

  • Pengadilan Tinggi Nyatakan PT. BMH bersalah dan Di Hukum Ganti Rugi
  • Walhi Deklarasikan Desa Ekologis
  •   PT. Musi Hutan Persada/Marubeni Group Dilaporkan ke Komisi Nasional HAM
  • PT.BMH Penjahat Iklim, KLHK Lakukan Kasasi Segera
  • Di Gusur, 909 orang petani dan keluarganya terpaksa mengungsi di masjid, musholla dan tenda-tenda darurat

Selasa, Desember 22, 2009

DPRD Sumsel Akan Panggil Pertamina

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumatra Selatan (Sumsel) akan memanggil PT Pertamina, berkaitan dampak lingkungan yang diakibatkan oleh pengoperasian pipa minyak dan gas (migas) di daerah tersebut.

Ketua Komisi IV DPRD Sumsel, Darmadi Jufri, menanggapi tuntutan dari massa aksi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sumsel, di Palembang, Selasa, menegaskan pihaknya segera memanggil PT Pertamina di daerah itu.

Menurut dia, persoalan ini akan dipelajari terlebih dahulu, dan bila ternyata hal tersebut menjadi kewenangannya maka pihaknya akan menindaklanjuti.

"Kami akan mengadakan rapat untuk menyikapi persoalan ini, dan juga akan melibatkan pihak terkait, seperti Badan Lingkungan Hidup, Dinas Pertambangan serta PT Pertamina untuk mempertanyakan peristiwa itu," kata dia pula.

Ia menyatakan, persoalan pencemaran lingkungan dan dampak bagi masyarakat di Kabupaten Muaraenim akibat semburan lumpur panas dan juga meledaknya pipa milik PT Pertamina, serta bentuk pencemaran lingkungan lainnya akibat perusahaan migas milik swasta di daerahnya akan menjadi perhatian pula.

Kepala Badan Lingkungan Hidup Sumsel, H Ahmad Najib mengatakan, pihaknya juga telah melayangkan surat pemberitahuan kepada PT Pertamina dan PT Conoco Pillips yang diduga melakukan kelalaian dalam operasional di tempat mereka, sehingga terjadi pencemaran lingkungan dan kerugian yang menimpa masyarakat.

"Bila terbukti melakukan kesalahan, perusahaan akan ditindak dengan memberikan sanksi administrasi," kata dia pula.

Menurut Royyan Perdana, koordinator aksi, kasus penecemaran lingkungan yang terjadi akibat kelalaian PT Pertamina, PT Conoco Pilips, dan PT Elnusa Tri Star sub kontraktor Pertamina di bulan Desember 2009 ini, mencapai lima kali kasus pencemaran lingkungan diduga akibat kebocoran pipa minyak secara berturut-turut.

Dia mengingatkan, akibat pencemaran lingkungan itu berdampak buruk terhdap masyarakat, seperti dialami warga Kabupaten Musi Banyuasin (Muba) dan Kabupaten Muaraenim yang membuat kebun warga tercemar sehingga menimbulkan keresahan bagi penduduk setempat.

"Ledakan pipa minyak dan gas milik PT Pertamina itu, sampai menimbulkan korban jiwa merupakan bukti konkret kelalaian dari pihak perusahaan," kata dia.

Ia mengungkapkan, semburan lumpur panas dari sumur 145 PT Pertamina di Desa Talang Balai, Kecamatan Lembak, Kabupaten Muba, telah mengganggu aktivitas empat desa yang berada di sana terutama air sungai menjadi tercemar.

Hadi Jatmiko, juru bicara aksi mengatakan, hingga sekarang ini pencemaran lingkungan oleh pihak perusahaan minyak dan gas mencapai 40 kasus, dan didominasi oleh PT Pertamina.

"Hal ini semakin memperlihatkan kepada kita semua bahwa perusahaan industri minyak dan gas di Sumsel, tidak pernah konsisten untuk mengelola sumber daya alam (SDM) yang baik dan sehat," kata dia lagi.

Karena itu, WALHI Sumsel menuntut pemda setempat segera melakukan audit lingkungan terhadap PT Pertamina, dan mendesak penegak hukum untuk mengusut serta mengadili pejabat perusahaan itu yang terbukti lalai dalam mencegah dan menanggulangi berbagai persoalan lingkungan dan pencemaran yang sering terjadi.

Mereka juga mendesak pemerintah daerah itu mengawasi secara intensif seluruh operasional dan infrastruktur perusahaan migas di Sumsel, seperti PT Pertamina, PT Conoco Pillips, PT Medco Energi, PT Elnusa, dan PT Indo Jaya.





Selengkapnya...

Kamis, Desember 17, 2009

Lemak Nian Kami Jadi Tersangka

Warga Desa Rengas Kecamatan Payaraman, Kabupaten Ogan Ilir (OI), protes pernyataan Polda mengenai tujuh calon tersangka dari warga. Mereka meminta Polda mengadili anggota Brimob yang melakukan penembakan terhadap warga.

Alasan mereka jika Brimob tidak menembak, maka tidak akan terjadi aksi anarkis warga. “Selama ini kami tidak pernah menebang sebatang pun pohon tebu milik PTPN VII di lahan mereka, kecuali di lahan milik warga yang dikuasai PTPN,” ujar Hendra warga Rengas, Selasa (15/12).

Menurutnya, alangkah enaknya polisi menjadikan warga sebagai tersangka sedangkan pemicu keributan dari aparat Brimob disebutkan sudah sesuai prosedur pengamanan.

“Mengapa tidak semua warga Desa Rengas ini jadi tersangka sekalian, yang merusak itu bukan tujuh orang tapi hampir semuanya. Kalau tujuh orang tidak mungkin rusaknya seperti itu,” tegas Hendra seraya menambahkan semua orang tahu yang merusak itu ratusan warga bahkan ribuan.

“Warga bergerak bukan karena provokator, tapi karena ditembak polisi dari Brimob, selama ini warga tidak diajak juga ikut semua,” tegasnya sembari meminta oknum Brimob yang melakukan penembakan itu dipecat.

“Lemak nian (enak benar, Red) kami warga jadi tersangka, sedangkan pemicu kemarahan warga dilindungi,” paparnya.

Sementara Sonedi Ariansyah, anggota Dewan Ogan Ilir dari Desa Rengas, menambahkan pernyataan Polda Sumsel itu membentuk opini untuk menakuti warga.

“Kalau warga ada yang tersangka sekarang Brimobnya bagaimana,” tanya Sonedi sembari meminta Polda harus transparan dalam melakukan penyidikan.

“Katanya tujuh calon tersangka, siapa mereka? Benar tidak tujuh calon tersangka itu provokator? Setahu kami gerakan aksi waktu itu dipicu pembongkaran pondok oleh petugas sehingga warga marah dan mendatangi lokasi perusakan pondok tetapi kemudian dihadang dengan senjata,” paparnya.

Insiden penembakan warga oleh Brigade Mobil Polda Sumsel terjadi Jumat (4/12) lalu, ketika ribuan warga Desa Payaraman dan Desa Rengas, menyerbu dan merusak base-camp Rayon-6 PTPN VII Cinta Manis, Ogan Ilir. Aksi tersebut dipicu insiden beberapa jam sebelumnya dimana pondok warga dibongkar petugas dari PTPN. Akibat insiden itu 19 warga luka-luka.

Jumat itu, pukul 13.00, usai waktu Salat Jumat, warga menyaksikan beberapa korban terkapar di Puskesmas Payaraman, OI. Dalam hitungan menit, ribuan warga Desa Payaraman dan Desa Rengas berkumpul. Mereka berangkat menuju ke areal base-camp Rayon-6 PTPN VII Cinta Manis. Bukan hanya korban luka tembak yang memicu kemarahan, dikabarkan pula dua warga disandera oleh petugas perusahaan yang dikawal puluhan anggota Brimob bersenjata laras panjang.

Sumber Sripoku.com




Selengkapnya...

Tujuh Warga Calon Tersangka

Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Sumatra Selatan Irjen (Pol) Hasyim Iriyanto menyatakan, ada tujuh calon tersangka dari kasus bentrokan warga dengan anggota Brimob di Desa Rengas, Kabupaten Ogan Ilir, Sumatra Selatan (Sumsel), 4 Desember lalu.

“Ketujuh orang itu, semuanya dari masyarakat Desa Rengas dan masing-masing punya peran tertentu dalam kejadian yang mengakibatkan terbakarnya aset dari PTPN VII Cinta Manis,” kata Kapolda usai bertemu Komisi I DPRD Sumsel, Senin (14/12).

Menurut Kapolda, peran yang dimaksud, seperti memprovokasi untuk melakukan pengrusakan dan lainnya. Dia melanjutkan, Polda Sumsel masih melakukan pendalaman terhadap keterlibatan tujuh orang itu. “Kami akui masih ada kendala-kendala untuk melengkapi pemeriksaan terhadap mereka, seperti saksi-saksi hingga data-data pendukung lainnya,” katanya.

Ditambahkan, tidak menutup kemungkinan setelah dilakukan pemeriksaan lebih lanjut, jumlah calon tersangka bertambah.

“Saat ini tengah dilakukan pengembangan terhadap kejadian tersebut dan dalam waktu dekat akan diketahui hasilnya. Tapi, sementara ini, hasil temuan Polda hanya terdapat tujuh calon tersangka ini,” tambah Hasyim.

Terkait dengan peran serta Brimob dalam kejadian tersebut, dia mengatakan Propam sudah turun dan melakukan pengumpulan bukti-bukti di lapangan. “Saat ini tengah dilakukan penyusunan data-data, antara keterangan dan bukti di lapangan. Hasilnya akan diarahkan untuk penindakan secara proposional kepada petugas Brimob yang bertugas pada saat kejadian itu”.

Terkait sanksi terhadap anggota Brimob yang terbukti bersalah, dia mengatakan, Polri akan memberikan tindakan tegas sesuai dengan prosedur yang berlaku.

“Propam akan melakukan penyelidikan terhadap Brimob yang bertugas, apakah pelanggaran disiplin atau profesi. Jika benar terbukti bersalah, tentu akan ditindak,” jelasnya.

Anggota Komisi I DPRD Sumsel, Abadi B Darmo kepada pers meminta kepada Polri tidak serta merta menugaskan Brimob untuk menangani suatu kejadian di masyarakat. “Kami minta kepada Polri untuk memilah-milah kapan harus menurunkan Brimob dan kapan tidak. Hendaklah, jangan terlalu mudah menugaskan Brimob untuk mengatasi masalah yang berkaitan dengan masyarakat sipil. Polri menurunkan Brimob hanya dalam keadaan yang benar-benar genting saja,” paparnya.

Terpisah Kabid Humas Polda Sumsel Kombes Pol Abdul Gofur ketika dihubungi Sripo, Senin (14/12) malam mengatakan meski tujuh orang warga ini bakal ditetapkan sebagai tersangka, pihaknya masih akan melakukan pertimbangan lagi. “Kita lihat situasi kedepannya, penangkapan pun masih perlu diperhitungkan lagi,” katanya.

Gofur belum bisa merinci kapan tujuh orang warga ini bakal resmi ditetapkan sebagai tersangka dan dilakukan proses penyidikan langsung.

Kapolda Minta Maaf.

Pertemuan antara Komisi I DPRD Sumsel dengan Kapolda Sumsel Irjen Hasyim Irianto serta jajarannya diwarnai dengan lontaran kritik anggota dewan. Kapolda Sumsel dinilai tidak peka dengan masyarakat karena pasca insiden penembakan, tidak ada kata prihatin dan maaf dari Kapolda dan jajaran Polda Sumsel.

Kritik disampaikan anggota dewan setelah Kapolda Sumsel memaparkan kronologis kejadian dihadapan anggota Komisi I. Paparan itu mulai dari asal mula sengketa tanah hingga munculnya insiden penembakan terhadap warga Desa Rengas, Kecamatan Payaraman Kabupaten Ogan Ilir. “Mohon maaf atas kejadian itu. Saya turut prihatin dengan kejadian itu,” ujar Kapolda menjawab kritik yang dilontarkan anggota Komisi I Abadi B Darmo.

Komisi I DPRD Sumsel memang sengaja mengundang Kapolda Sumsel secara langsung. Dan undangan itu ditanggapi positif Kapolda Sumsel dengan datang secara langsung. Sayangnya Bupati Ogan Ilir Mawardi Yahya yang diundang juga ternyata absen, dan hanya mewakilkan kepada Sekretaris Daerah Ogan Ilir, Daud Hasyim yang didampingi Camat Payaraman serta Kades Rengas.

Sementara itu anggota Komisi I lainnya, Djafris Iwansyah melihat kekisruhan di Desa Rengas, berawal dari penyanderaan warga desa oleh pihak PTPN VII. Kejadian itu dibalas dengan penyanderaan terhadap dua karyawan PTPN VII oleh masyarakat. Ditambah lagi dengan aksi pembongkaran pondok-pondok diatas tanah sengketa oleh pihak PTPN VII juga menjadi situasi makin memanas. “Kami minta kepada Kapolda Sumsel memeriksa juga pihak PTPN VII yang melakukan penyanderaan terhadap warga desa,” kata Djafris.

Namun demikian menurut Kapolda, sebetulnya dua orang warga itu bukan disandera oleh pihak perusahaan. Tetapi pihak PTPN VII hanya mengamankan senjata tajam yang dibawa dua orang yang kebetulan melintas dilahan yang menjadi sengketa.





Selengkapnya...

Tujuh Warga Bakal Jadi Tersangka Konflik

Selasa, 15 Desember 2009 | 10:57 WIB

Palembang, Kompas - Setidaknya tujuh warga Desa Rengas, Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan, bakal dijadikan tersangka. Penetapan ini menyusul konflik lahan tebu yang berbuntut penembakan 12 warga oleh Brimob Polda Sumsel pada 4 Desember lalu.

Kepala Kepolisian Daerah (Polda) Sumatera Selatan (Sumsel) Inspektur Jenderal Hasyim Irianto, Senin (14/12), mengungkapkan hal itu dalam suatu pertemuan dengan anggota Komisi I DPRD Sumsel. Tentang anggota Brimob yang melakukan penembakan, lanjutnya, hal itu masih dalam proses pemeriksaan dan belum ada penetapan tersangka.

Dalam kesempatan itu, Hasyim menyampaikan permintaan maaf atas terjadinya penembakan tersebut. Namun, permintaan maaf diucapkan setelah ada desakan dari anggota Komisi I DPRD Sumsel, Abadi B Darmo.

Memprovokasi

Menurut Hasyim, tujuh warga desa yang bakal menjadi tersangka adalah mereka yang dinilai memprovokasi warga, merusak aset PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VII, serta menganiaya karyawan PTPN VII dan anggota Brimob.

”Polisi masih mengembangkan penyelidikan dengan memeriksa saksi dan mengumpulkan bukti. Jumlah tersangka kemungkinan bertambah. Saat ini polisi telah meminta keterangan dari 38 saksi,” ujar Hasyim.

Menyinggung kasus penembakan warga, menurut Hasyim, anggota Brimob telah melakukan tindakan sesuai dengan prosedur. Mereka telah memberikan tembakan peringatan sebelum menembakkan peluru karet.

Meski demikian, jajaran Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Sumsel tetap memeriksa anggota Brimob yang bersangkutan untuk mengetahui apakah terjadi kesalahan dalam mengarahkan tembakan. Sebab, di tubuh korban terdapat luka pada bagian pinggang ke atas.

Anggota Brimob itu diturunkan di lokasi konflik lahan atas sepengetahuan Kapolda Sumsel. ”Hal itu terjadi karena keterbatasan personel polisi di daerah,” kata Hasyim.

Abadi B Darmo dalam kesempatan itu menekankan bahwa saat ini bukan zamannya polisi menembak untuk membubarkan massa. Abadi meminta, ke depan anggota Brimob jangan diturunkan di lokasi konflik lahan.

Ketua Komisi I DPRD Sumsel Erza Saladin mengatakan, proses hukum juga harus diterapkan terhadap anggota Brimob yang menembak. Menurut Erza, Brimob tidak seharusnya melepaskan tembakan meski dengan peluru karet.

Sumber Kompas Selasa, 15 Desember 2009 | 10:57 WIB



Selengkapnya...

Sabtu, Desember 12, 2009

Timbal Akibatkan Penurunan IQ Ribuan Anak DIY

Jangan remehkan efek polusi udara. Tak hanya mengancam kesehatan fisik, kandungan timbal dalam gas buang kendaraan bermotor bisa menurunkan kecerdasan atau IQ anak-anak.

Kantong pun lebih terkuras untuk membiayai kesehatan. Sebab, timbal dapat merusak berbagai organ tubuh, terutama sistem saraf, sistem pembentukan darah, ginjal, jantung, dan sistem reproduksi.

Seperti dimuat laman Universitas Gadjah Mada, hasil penelitian Evi Gravitiani, menunjukkan pada tahun 2008 di Yogyakarta terdapat 29.234 kasus penurunan IQ pada anak sebagai dampak kesehatan yang disebabkan oleh timbal.

Selain itu, ditemukan pula sebanyak 3.732 kasus hipertensi, 4 kasus jantung koroner, dan 4 kasus kematian dini.

"Anak-anak adalah kelompok yang paling rentan terhadap timbal. Semakin tinggi kandungan timbal dalam darah, semakin rendah tingkat kecerdasaan anak," kata Evi dalam ujian terbuka promosi doktor bidang Ilmu Lingkungan Program Pascasarjana yang berlangsung Jumat 11 Desember 2009, di Ruang Seminar Sekolah Pascasarjana UGM.

Dalam disertasinya, Evi mengatakan bila kenaikan kandungan timbal dalam udara sampai ambang batas, total biaya kompensasi yang dikeluarkan oleh masyarakat di wilayah Yogyakarta mencapai 119 miliar rupiah.

Berdasarkan hasil surveinya di 14 kecamatan di DIY, Evi menyebutkan total biaya yang dikeluarkan responden ketika sakit adalah Rp5.308.718,00. Bila dibandingkan dengan pendapatan responden yang rata-rata sebesar Rp776.634,00, kerugian responden bila sakit rata-rata sebesar Rp4.532.084,00.

Menurut Evi, bila kandungan timbal di udara Kota Yogyakarta diturunkan 10 persen, manfaat yang diperoleh sejumlah 47,5 miliar rupiah dan bila diturunkan 25 persen manfaatnya menjadi 103,5 miliar rupiah.

Saat ini, jumlah pohon penyerap timbal di Kota Yogyakarta hanya sekitar 24,27 persen dari semua pohon yang ditanam.

Dikatakan Evi bahwa penanaman pohon penyerap timbal penting dilakukan, terutama di wilayah dengan kandungan timbal yang mendekati atau bahkan melebihi ambang batas normal.

Kawasan yang dianjurkan adalah di jalan-jalan protokol, seperti Jalan Gajah Mada, Jalan Adi Sucipto, Jalan Malioboro, dan Jalan Senopati.




Selengkapnya...

Kamis, Desember 10, 2009

Biofuel Sebagai Energi Bersih Itu Mitos

Program biofuel sebagai energi bersih merupakan mitos dan hanya untuk mendorong peningkatan ekspansi perkebunan kelapa sawit.

Hal itu diungkapkan Julian Junaidi, akademisi Universitas Sriwijaya (Unsri) di Palembang, Senin, pada acara diskusi tentang biofuel yang diselenggarakan oleh Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatra Selatan (Sumsel).

Menurut dia, pembakaran energi biofuel 10 kali lipat dibandingkan pembakaran energi fosil. "Premium 1 ton menimbulkan CO2 (karbon dioksida) pada atmosfir sebesar 3,1 ton, sedangkan proses pembuatan 1 ton biofuel dapat menghasilkan 33 ton C02, " papar dia.

Ia mengatakan, hal ini menunjukkan bahwa dampak yang dikeluarkan dari proses pembuatan biofuel sangat besar terhadap pemanasan global.

"Memang biofuel tidak menimbulkan pembakaran karbon yang dapat merusak lingkungan, akan tetapi prosesnya dapat berakibat besar terhadap kerusakan lingkungan," katanya.

Selanjutnya dia mengatakan, program pengembangan biofuel, selain berdampak negatif terhadap lingkungan, juga menimbulkan konflik lahan pada masyarakat.

"Sudah ratusan konflik akibat dari ekspansi lahan perkebunan sawit, karena lahan digunakan yang benar-benar bukan lahan kosong, melainkan lahan telah digarap oleh masyarakat, "ujar dia.

"Kelapa sawit bukan energi terbarukan. Harga yang harus dibayar untuk sebuah energi berkelanjutan dari sawit teramat mahal. Jutaan hektare hutan dibabat kemudian menciptakan bencana ekologi dimana masyarakat untuk hidup secara normal telah gagal akibat peristiwa kemalangan luarbiasa, baik karena peristiwa alam ataupun perbuatan manusia," kata dia.

Direktur Walhi Sumsel Anwar Sadat mengatakan, program biofuel telah mendorong meningkatkan ekspansi perkebunan kelapa sawit secara besar-besaran.

Menurut dia, kelapa sawit tidak hanya dijadikan pemasok kebutuhan untuk industri pangan (minyak sayur), tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar mesin industri dan transportasi.

Ia mengungkapkan, dampak dari ekspansi perkebunan kelapa sawit telah menyebabkan kerusakan lingkungan, rusaknya hutan-hutan rakyat, hutan lindung dataran rendah di Sumatra dan hutan serta taman nasional.

"Selain itu program ini juga telah meningkatkan potensi konflik sosial. Berdasarkan catatan Sawit Watch tahun 2003 menerangkan bahwa konflik sosial berjumlah 140, akan tetapi di tahun 2007 meningkat hampir empat kali lipat yaitu tercatat 513 konflik sosial yang langsung bersentuhan dengan perkebunan besar kelapa sawit, "kata dia.

Ia menyebutkan hal tersebut sebagai bencana pembangunan yang didefinisikan sebagai faktor krisis lingkungan akibat pembangunan dan gejala alam itu sendiri, diperburuk dengan perusakan sumberdaya alam dan lingkungan serta ketidakadilan dalam kebijakan pembangunan sosial.

"Bencana seperti banjir, kekeringan dan longsor sering dianggap sebagai bencana alam dan juga takdir. Padahal fenomena tersebut, lebih sering terjadi karena salah urus lingkungan dan aset alam yang terjadi secara akumulatif dan terus-menerus," kata dia lagi.(*)

Sumber : antara




Selengkapnya...

Senin, Desember 07, 2009

Kericuhan Soal Lahan di PTPN VII Cinta Manis Sumsel

Indralaya, Sumsel (ANTARA News) - Kericuhan akibat persoalan lahan antara warga
dengan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VII Unit Cinta Manis di Rayon 6, Desa Rengas, Kecamatan Payaraman, Kabupaten Ogan Ilir (OI), Sumatra Selatan (Sumsel), Jumat, menimbulkan korban luka dan pembakaran aset BUMN oleh massa.

Informasi dari lokasi, menyebutkan sedikitnya 9 korban--termasuk pegawai PTPN VII--di antaranya dalam kondisi kritis dibawa ke RS di Palembang.

Warga diduga emosional dipicu tindakan aparat kepolisian Brimob Polda Sumsel yang menjaga lokasi dan aset perusahaan sebelumnya, telah melepaskan tembakan yang mengakibatkan sekitar 11 warga cedera.

Aset PTPN VII Unit Cinta Manis yang dibakar massa sekitar pukul 16:00 WIB itu, antara lain dua unit gedung kantor, sepuluh unit rumah karyawan, alat-alat berat, dan empat unit mobil truk serta sejumlah aset lainnya.

Berdasarkan informasi dihimpun di lapangan menyebutkan, kejadian itu dipicu pembongkaran sebuah pondok milik warga di lokasi perkebunan itu oleh Satuan Petugas (Satgas) PTPN yang dikawal aparat Brimob sekitar pukul 08.00 WIB.

Kemudian, sekitar pukul 10.00 WIB, warga setempat yang mengetahui adanya pembongkaran itu spontan emosional, sehingga saat menuju ke lokasi bertemu dua orang karyawan PTPN VII, Bambang Sugianto (49) dan David S (45), sempat menyandera keduanya sebagai buntut dari kejadian tersebut.

Siang hari seusai Salat Jumat, warga Desa Rengas I dan II yang berjumlah ratusan itu mendatangi lokasi bekas perkebunan tebu tersebut, untuk meminta penjelasan dari PTPN VII perihal pembongkaran pondok tersebut.

Namun saat tiba di lokasi dihadang puluhan personel Brimob yang berjaga di sana.

Melihat kedatangan warga yang mayoritas membawa berbagai jenis senjata tajam itu, aparat Brimob tanpa diketahui siapa yang memulai, tiba-tiba diketahui sudah ada warga di barisan terdepan yang cedera diduga menjadi korban penembakan.

Sebelas warga yang cedera diduga terkena tembakan oknum aparat Brimob itu adalah M Gunadi (30), terluka di dada kiri dan lengan kiri, Ahmad (25), luka di lengan kiri, Muhlis (23), luka tembak di badan, Masani (42), luka tembak di tangan kiri dan Wawan Sugandi (25), terluka tembak di dada kiri dan kaki.

Selanjutnya, Alhusairin (35), luka tembak di badan, Wani (46), luka tembak di tangan, Bustoni (39), luka tembak di lengan kiri, Wawan (30), luka tembak di badan dan kaki kiri, Suhandi (35), luka tembak di dada dan kepala, serta Asep (20), luka tembak leher kiri.

Akibat peristiwa berdarah di lahan bekas perkebunan tebu itu, seluruh korban dibawa ke Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Payaraman, dan sembilan di antaranya harus dirujuk ke RS Moh Hoesin (RSMH) Palembang, karena luka yang diderita sangat parah.

Dikabarkan dua di antaranya dalam kondisi kritis.

Husin (60), warga Rengas yang merupakan purnawirawan Polri ditemui di desanya mengatakan, mengutuk tindakan anarkis yang diduga telah dilakukan oknum aparat dalam kejadian tersebut, apalagi salah satu korban adalah anak kandungnya.

"Kami minta pejabat Polda Sumsel dapat memecat oknum yang telah menembak anak saya, karena tindakan yang mereka lakukan sangat tidak manusiawi," kata Husin.

Akibat kejadian itu, massa kemudian mendatangi PTPN VII Unit Cinta Manis Rayon 6 yang berada di perkebunan tebu perusahaan, dan aksi anarkis warga ini tidak terbendung lagi, bahkan aparat Brimob Polda Sumsel dan karyawan perusahaan sampai kocar-kacir melihat kedatangan massa tersebut.

Kepala Kepolisian Resor (Kapolres) OI, AKBP Rizal Syahman Radi SH MSi, melalui Kepala Satuan Reserse Kriminal (Kasatreskrim) AKP Tri Wahyudi SIK, saat dikonfirmasi melalui telepon membenarkan adanya penembakan tersebut.

Kendati demikian, Kasatreskrim belum bisa memberikan keterangan secara rinci penyebabnya, karena pihaknya masih berada di lokasi kejadian untuk mengantisipasi tindakan anarkis susulan oleh massa.

Direksi PTPN VII melalui Kepala Humasnya, Sony Soediastanto menyesalkan kericuhan tersebut, apalagi sampai mengakibatkan korban kritis dan cedera, baik dari PTPN VII maupun warga setempat.

Padahal menurut Sony, berkaitan persoalan lahan kelola PTPN VII Unit Cinta Manis yang diklaim warga, pihaknya sedang mengupayakan mencarikan jalan keluar yang terbaik.

"Kami menyesalkan terjadi aksi pembakaran kantor dan aset perusahaan serta adanya korban luka dan kritis, seharusnya semua pihak bisa menahan diri karena persoalan lahan yang dipermasalahkan warga itu sedang kami upayakan penyelesaiannya," ujar Sony pula.

Dia menegaskan pula, PTPN VII Unit Cinta Manis yang memiliki pabrik gula pasir telah memprogramkan revitalisasi dan pengembangan kebun tebu di daerah itu.

"Lahan tebu yang semula sekitar 4.880 ha akan diperluas menjadi 5.000 ha, dan dikembangkan lagi menjadi sekitar 7.000 ha, dan diharapkan membawa dampak positif bagi warga di sana," kata dia pula.

Sony juga menegaskan bahwa sebenarnya lahan yang kembali disoal oleh warga dan diklaim sebelumnya merupakan lahan marga yang diserahkan pengelolaannya kepada PTPN VII dengan memberikan kompensasi untuk marga dan warga setempat.

"Kami berharap masalah ini segera dapat diatasi dan diselesaikan dengan baik, agar tidak merugikan semua pihak dan tidak timbul korban lagi," demikian Sony Soediastanto.(*)

sumber : Antara




Selengkapnya...

Biofuel, Pertarungan Antara Manusia dan Mesin

Katanya program biofuel merupakan upaya mengurangi emisi karbon yang menyebabkan pemanasan global. Tapi, kenapa banyak ahli yang menyatakan proses produksi biofeul menghasilkan emisi karbon yang tidak sedikit. Disisi lain Biofuel dipandang sebagai ancaman kebutuhan pangan.

Karena itu Walhi (Wahana Lingkungan Hidup) Sumsel bersama Sawit Watch mengadakan mensosialisasikan Hasil Riset yang dilakukan Walhi Sumsel dan Organisasi Mitranya dan untuk mendapatkan masukan dari semua pihak.

“Sebenarnya Biofuel yang menjadi pilihan untuk memenuhi kebutuhan energi selain ramah lingkungan juga dapat menciptakan lapangan kerja baru bagi masyarakat pedesaan,” ujar Hadi Jatmiko, Manajer Pengembangan Sumber Daya Organisasi (PSDO) Walhi Sumsel, pada Fokus Group Discussion (FGD) tentang Sosialisasi Riset Biofuel Sumatra, Senin (7/12/2009) pukul 09.30 WIB, di Hotel Sahid Imara, Jalan Jendral Sudirman Palembang.

Dalam paparannya, Hadi mengatakan, didasari hal ini juga pemerintah Indonesia gencar meningkatkan produksi Biofuel dengan bahan baku CPO dan minyak jarak. Tidak hanya untuk memenuhi konsumsi global, tapi konsumsi domestik juga tak bisa dikatakan kecil.

“Sementara pada kenyataannya pihak yang diuntungkan dalam project Biofuel ini adalah Negara Besar dan para Individu yang punya perusahaan besar,” ujar Hadi Jatmiko.

Dalam paparannya Hadi menjelaskan bahwa Biofuel, adalah pertarungan antara mesin dan manusia.“Petarungan antara komoditas mesin dan manusia, memicu kenaikan harga minyak goreng dalam negeri. Dengan menaikan harga minyak goreng, mentega, susu, beras, gandum, kedele, barakibat bertambahnya jumlah orang miskin baru mencapai 15,68 juta,” katanya.

Hadi menambahkan, petani-petani padi, jagung, dan kedele mengubah pola tanam dari subsistem menjadi petani modern yang sangat tergantung dari kebutuhan industri besar. Dan dengan bertambah luasan perkebunan maka semakin berkuranglah luas lahan pertanian lokal seperti jagung, padi dan kedele.

“Selain itu Biofuel juga telah melenggangkan kaki investor untuk menambah kegundulan hutan, sehingga menyingkirkan masyarakat yang menjadi satu kesatuan dengan ekosistemnya, dan menjadikan petani sebagai pihak penderita dalam lingkaran konsep pembangunan perkebunan diantara pihak lainnya,” tungkas Hadi.

Sumber: Beritamusi.com



Selengkapnya...

Kronologis Penembakan Warga Desa Rengas oleh Anggota Brimob

LBH Palembang bersama Posbakum IKADIN Palembang, serta Walhi Sumsel, selama dua hari melakukan investigasi penembakan warga Desa Rengas, kabupaten Ogan Ilir, Sumatra Selatan, oleh anggota Brimob, Jumat (04/12/2009) lalu.

Berikut hasil investigasi ketiga lembaga tersebut yang tergabung dalam Kaolisi Tim Advokasi, yang dikirimkan melalui e-mail, Senin (07/12/2009) siang:

Sengketa lahan warga Ds. Rengas Kec. Payaraman Kab. Ogan Ilir Sumatera Selatan dengan PT. PN VIII, Pabrik Gula Cinta Manis seluas 1.529 Ha sedangkan di luar sengketa lahan tersebut juga terdapat sekitar 40 Ha lahan warga yang sudah incracht melalui putusan MA tahun 1996 dan dinyatakan sah milik warga tetapi belum dilaksanakan eksekusi sampai saat ini pihak PT. PN VII masih menggarap lahan tersebut.

Upaya warga untuk mendapatkan lahan tetap diperjuangkan, pada bulan Oktober 2009 dicapai kesepakatan anatra warga dengan Kepala Rayon PT. PN VII yang dituangkan dalam Surat Pernyataan diatas materai bahwa lahan seluas 800 Ha akan diserahkan kembali kepada warga karena pihak PT. PN VII sudah melakukan panen dan selesai menggarap lahan tersebut. Kemudian warga membersihkan lahan dan mendirikan pondok-pondok yang tidak permanent di areal tersebut.

Terakhir muncul peristiwa pnembakan terhadap warga dengan kronologis sebagai berikut :

1. Pada hari Jumat tgl 4 Des’09, Satgas PT. PN VII Cinta Manis membongkar pondok yang dibangun oleh Warga di Rayon 6, sekitar pkl. 08.00 wib. Pembongkaran di back-up oleh personel Brimob Polda Sumsel.

2. Pembongkaran terhadap pondok dilihat langsung oleh 2 warga yg bernama Wan (35 thn) dan Rozali, lalu kedua warga tersebut diamankan oleh Satgas PT. PN VII.

3. Berita mengenai kedua warga yang diamankan oleh Satgas PT. PN VII tersebut selanjutnya diketahui oleh warga Desa Rengas lainnya. Kemudian ribuan Warga Desa Rengas mendatangi Rayon 6, ribuan warga bertemu dgn 2 pegawai PT. PN VII yg bernama David Suyono (46 thn) dan Bambang Sugiarto (49 thn), lalu warga menyandera 2 pegawai PT. PN VII tersebut di Balai Desa. Pegawai PT. PN VII disandera dgn maksud untuk ditukar dengan 2 warga Rengas yg ditahan sewaktu peristiwa pembongkaran pondok oleh Satgas PT. PN VII.

4. Setelah sholat Jumat sekitar pkl 14.00 wib ribuan Warga Desa Rengas membawa 2 orang sandera (Pegawai PT. PN VII) menuju Rayon 6 untuk menanyakan alasan pembongkaran pondok yang dibangun warga tersebut. Selanjutnya dilakukan tukar menukar sandera oleh ribuan Warga dengan Manajemen PT. PN VII yang dikawal oleh sekitar 70 personil Brimob Polda Sumsel.

5. Tiba-tiba terjadi kontak fisik antara ribuan warga dengan anggota Brimob. Selanjutnya anggota Brimob melakukan penembakan ke arah warga sehingga terjadi penembakan yang mengakibatkan 12 warga terkena luka tembak :

o Mukhlis bin Suparman (23 thn) luka tembak, jari telunjuk kiri putus.
o Rahmad Setiawan bin Kohiri (20 thn) luka tembak di lutut kiri.
o Wawan Suyandi bin Haren (24) luka tembak dada kiri, peluru karet masuk.
o Asep bin Samudi (23 thn) luka tembak leher kiri.
o Sabili bin Amirudi (21 thn) luka tembak pinggang sebelah kanan.
o Gunadi bin Ali (38 thn) luka tembak 3 lubang, masing-masing 1 di dada kiri dan 2 di lengan kiri.
o Suhadi bin Murot (35 thn) luka tembak 2 lobang, masing-masing dada kiri dan leher belakang.
o Herwani bin Hasan (46 thn) luka tembak di punggung telapak tangan kiri.
o Hasani bin hasan (42 thn), luka tembak dipunggung telapak tangan kiri
o Sirin bin kurni (35), luka tembak 4 lubang, masing-masing bahu kanan, paha kanan, betis kanan, paha kiri.
o Fauzi (20), luka tembak ditangan kiri
o Bustoni (39), luka tembak ditangan kiri.
o Rusli m. jelas, (44),
o Badil (30), luka didada
o Rela (38), luka ditangan
o Alam (22), luka dipaha
o Mamat, (29), luka dilengan tangan
o Dedi (29), luka dibahu
o Mawan (39), luka dikaki
o Firwanto(34), disekap dan dipukul apart Brimob.

6. Selanjutnya aparat Brimob menarik pasukan mundur dari lokasi kejadian, kemusian warga yang menjadi korban dievakuasi ke puskesmas Payaraman Ogan Ilir dan sebanyak 12 orang korban dipindahkan ke RS. Muhammad Husin Palembang.

7. Setelah penembakan terjadi, reaksi warga membakar bangunan camp dan gudang, alat berat, motor, mobil yang berada di Rayon 6 PT.PN VII.

Fakta yang ditemukan di lokasi kejadian oleh Tim LBH Palembang : masih banyak terdapat selongsong peluru, warga menemukan peluru tajam dan magazine di lokasi kejadian setelah tragedy penembakan.

Adanya kebohongan publik oleh Ka.Bid Humas Polda Sumsel melalui Harian Sumatera Ekspres tgl 5 Des’09 hlm 1, yang mengatakan bahwa penembakan aparat Brimob merupakan langkah diskresi yang dibenarkan dalam hukum karena keputusan penembakan dilakukan terhadap aksi warga yang anarkis karena merusak dan membakar asset PT.PN VII.

Sumber: beritamusi.com




Selengkapnya...

12 Petani Ogan Ilir Ditembaki Polisi, Demo Sengketa Lahan Garapan

PALEMBANG, KOMPAS.com — Sebanyak 12 warga Desa Rengas, Payaraman, Ogan Ilir, Sumatera Selatan, terluka akibat diberondong peluru karet Satuan Brimob Polda Sumsel, Jumat (4/12) sore. Insiden memilukan ini terjadi setelah sekitar 300 warga menyandera dua karyawan Pabrik Gula Cinta Manis sebagai buntut konflik lahan garapan antara warga dan pihak pabrik.

Kedua belas warga yang terluka tembak di bagian kaki, paha, perut, leher, dan dada tersebut langsung dilarikan di Unit Gawat Darurat RS Muhammad Husein Kota Palembang. Kedua belas warga ini meliputi Hasani (43), Suhandi (35), Asep (37), Sabili (35), Wawan (29), Sirin (42), Muchlis (29), Aswadi (43), Gunadi (48), Bastoni (47), Fauzi (34), dan Wawan Sugardi (39).

Menurut Hasani, peristiwa ini dimulai ketika lebih dari 700 warga Desa Rengas mendatangi Pabrik Gula (PG) Cinta Manis yang beroperasi di bawah manajemen PT Perkebunan Nusantara VII atau PT PN VII. Warga ingin bertemu manajemen PG Cinta Manis untuk membicarakan persoalan ganti rugi tanah garapan yang selama ini menjadi sumber konflik.

Konflik lahan seluas 1.529 hektar tersebut sudah terjadi sejak tahun 1982. Versi warga, lahan itu sah milik mereka karena disertai sertifikat tanah. Kasus ini sudah diselesaikan melalui jalur hukum. Tahun 1996, Mahkamah Agung sudah mengeluarkan putusan yang menyatakan bahwa lahan itu sah milik warga. “Namun, pihak PG Cinta Manis dan PT PN VII tetap tidak mau mengakui putusan MA itu,” kata Hasani.

Sumber : Kompas



Selengkapnya...

Selasa, November 17, 2009

Ada Ancaman Baru Reforma Agraria di Indonesia

SAAT ini persoalan pertanahan di Sumatra Selatan terus terancam. Khususnya pertanahan yang dimiliki para petani. Di tengah persoalan tanah yang belum selesai, dan keinginan melakukan reforma agraria ada ancaman baru terhadap tanah milik petani tersebut.

“Ada ancaman baru bagi pelaksanaan reforma agraria dan kepada petani secara khusus dengan hadirnya proyek Reducing Emission from Deporestation and Degradation (REDD). Pelaku proyek REDD terdiri dari NGO Internasinal, Korporasi. Oleh karena itu, reforma agrarian harusnya memperhatikan tata niaga seperti kelola, produksi, konsumsi, dan niaga,” kata Julian Junaidi atau JJ.Polong dari Serikat Petani Indonesia (SPI) Sumatra Selatan, pada diskusi terbuka yang digelar Walhi Sumsel di Hotel Bumi Asih, Jalan Kapten A. Rivai, Palembang, Senin (16/11/2009).

Diskusi ini dengan Tema “Kepastian, Perlindungan Hak Atas Tanah dan Penyelesaian Konflik Untuk Pembaharuan Agraria”. Diskusi terbuka ini di pandu oleh Mukri Prayitna (Manager Region Sumatera dari WALHI Eksekutif Nasional).

Sementara Mulyadin Roham dari Biro Pemerintahan Sumsel mengatakan, “Konflik tanah yang terjadi di Sumsel meliputi tata batas, surat ganda, tumpang tindih pengelolaan, tumpang tindih peruntukan. Sebagian kewenangan penggurusan tanah tersebut, diserahkan kepada pemerintah kabupaten dan kota.”

Narasumber yang lain, Kiswanto Kanwil BPN Sumsel mengatakan reforma agraria belum berjalan sebagaimana diharapkan, karena masih ada kendala. Meski demikian proses menuju ke arah tersebut masih terus dikerjaan dalam bentuk pelaksanaan proyek frona meskipun dalam kapasitas yang kecil.

Iwan Nurdin dari Konsorsium Pembaharuan Agraria Jakarta, terhambatnya persoalan reforma agrarian di Indonesia lantaran lembaga keuangan international ikut campur dalam penangan tanah di Indonesia.

“Selain itu saat ini tidak ada peta penggunaan tanah, terjadinya konflik penggunaan Ruang (zonasi wilayah), kemudian UU Pengelolaan Pesisir Pulau-Pulau Kecil (HP3), serta fakta utama para petani tidak memiliki lahan. Jadi, pembahruan agraria adalah land reform dan akses Reform,” katanya.

Sedangkan narasumber Dhaby K Gumayra dari akademisi mengatakan muara pembaruan agraria adalah terjadinya perimbangan penguasaan tanah, agar tidak terjadi penguasaan maksimum. Paket UU Pokok Agraria belum pernah dilaksanakan. Konflik agraria tidak akan pernah selesai tanpa adanya penempatan UUPA sebagai UU payung.

Sementara Walhi Sumsel, sebagai penyelenggara diskusi, menginginkan agar reforma agraria secara sejati dapat dijalankan di Sumsel dalam bentuk: Penyelesaian konflik-konflik agraria yang ada, dan emastikan objek reform dan akses reform bagi rakyat miskin.






Selengkapnya...

Sabtu, November 14, 2009

Presiden SBY Harusnya Lindungi Aktifis Lingkungan Hidup

PENANGKAPAN dan penetapan sebagai tersangka para aktifis Greenpeace asal Indonesia, yang melakukan aksi dengan menyegel alat berat milik PT Riau Andalan Pulp and Papers (RAPP) di Semenanjung Kampar, Riau, oleh polisi diprotes Walhi Sumsel.

Bahkan, Walhi Sumsel meminta pemerintahan SBY-Boediono menjamin keamanan atau para aktifis lingkungan hidup, jika memang peduli dengan persoalan global warning.

“Kami protes berat atas penangkapan para aktifis Greenpeace tersebut. Kian kencang isu global warning, kian kencang pula tindakan represif aparat terhadap para aktifis lingkungan hidup. Aneh benar negara ini,”kata Direktur Walhi Sumsel, Anwar Sadat, di kantornya, Jalan Kapten A. Rivai, Palembang, Jumat (13/11/2009).

“Presiden SBY seharusnya melindungi para aktifis lingkungan hidup. Sebab kerja mereka itu buat menyematkan Indonesia dari kehancuran. Apa sudah tidak peka dengan peringatan dari Tuhan dan alam, seperti longsor, banjir, sebagai akibat kerusakan alam. Belum lagi perubahan iklim ini. Seharusnya, bila pemerintahan SBY-Boediono peduli dengan global warning, mereka mendukung dan melindungi aktifis lingkungan hidup,” ujar Sadat.

Jumat (13/11/2009) pagi tadi, kuasa hukum Greenpeace, Susilaningtias SH, kepada pers di di Mapolres Pelalawan, mengatakan 21 dari 33 aktifis Greenpeace telah ditetapkan sebagai tersangka oleh pihak kepolisian.

Mereka ditetapkan sebagai tersangka terkait aksi penyegelan alat berat RAPP di hutan rawa gambut Semenanjung Kampar, Kabupaten Pelalawan, Kamis (12/11/2009) kemarin.

Dari 33 orang aktivis Greenpeace itu, terdapat 11 orang di antaranya merupakan warga negara asing yang berasal dari Brasil, Jerman, Spanyol, Thailand, dan Filipina dan turut diamankan serta bermalam di Mapolres Pelalawan. Namun Polisi belum menentukan status warga negara asing itu dan mereka hanya menjalani pemeriksaan biasa.

Tapi, para aktivis yang ditetapkan sebagai tersangka itu belum ditahan. Mereka kini berada di Aula Mapolres Pelalawan. Pasal yang disangkakan Polisi terhadap 21 aktivis asal Indonesia itu adalah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 335 mengenai perbuatan tidak menyenangkan dan Pasal 551 tentang larangan masuk areal perusahaan tanpa izin.

Sebelumnya Kapolres Pelalawan, AKBP Ari Rachman, membantah pihaknya telah melakukan penahanan terhadap puluhan aktivis Greenpeace ketika terjadi aksi penyegelan alat berat di area konsesi RAPP.

"Polisi bukan melakukan penangkapan, melainkan melakukan pengamanan karena adanya informasi penolakan terhadap aktivitas Greenpeace oleh masyarakat yang dikirim melalui surat ke Gubernur, Polda Riau dan juga ke Polres Pelalawan," katanya.

Polisi membubarkan aksi Greenpeace di hutan lahan gambut berkedalaman 11 meter di Semenanjung Kampar yang berada di Kecamatan Teluk Meranti, Pelalawan, Kamis, (12/11/2009) sekitar pukul 17.30 WIB.

sumber :http://www.beritamusi.com/berita/2009-11/aktifis-greenpeace-diusir-lantaran-tak-punya-imb/berita/2009-11/presiden-sby-harusnya-lindungi-aktifis-lingkungan-hidup/




Selengkapnya...

Sembilang, Surganya Burung Migran

Dari belahan bumi utara mereka berdatangan. Untuk menghindari musim dingin di tempat asal mereka berbiak, daratan lumpur yang luas di Sembilang menjadi pilihan peristirahatan yang nyaman dalam perjalanan migrasi ke selatan.

Cacing, ramis, dan kepiting berlimpah di sana. Sehingga daratan lumpur pasang surut pada semenanjung Banyuasin di pesisir timur Sumatera Selatan ini menjadi tempat berlimpahnya makanan bagi kawanan burung air.

Data Wetland Internasional dalam penelitiannya yang bekerjasama dengan Wahana Bumi Hijau (WBH) pada tahun lalu, sekurangnya terdapat 70 ribu ekor burung air di semenanjung banyuasin tersebut.

Setiap tahunnya, pada data tersebut, setiap bulan Oktober sampai April, Semenanjung Banyuasin ini dipenuhi 28 spesies burung air migran. Pada bulan Mei, mereka kembali ke belahan bumi utara, tempat di mana mereka berbiak, dan kembali lagi ke Sembilang pada musim dingin berikutnya.

Selain burung migran. Pada daratan lumpur pasang surut ini juga merupakan rumah bagi sekurangnya 300 jenis burung yang menetap di sana. Ribuan Bangau Bluok, ratusan bangau tongtong, elang, serta ragam jenis burung lainnya.

Sebagian diantaranya tergolong spesies terancam, seperti burung Pecuk Ular. Dan di tempat ini juga diperkirakan menjadi daerah pesarangan terakhir bagi Pelikan Tutul di kawasan Indo Malaya. Tak salah kiranya kalau Sembilang dikatakan sebagai surganya burung air.

Dataran lumpur luas tempat berpestanya burung air ini merupakan ekosistem muara yang unik. Terbentuk dari 20 sungai yang bermuara padanya, dataran lumpur ini kadang terlihat dan menghilang ditenggelamkan pasangnya air.

Pada kawasan ini juga terdapat hutan rawa gambut, hutan rawa air tawar, dan hutan mangrove. Dari ekosistem yang ada, hutan mangrove-lah yang mendominasi. Dengan kisaran luas 90 ha dan daratan yang terbentang sepanjang 35 kilometer. “Hutan mangrove ini terluas sepanjang pesisir timur Sumatera,” katanya.

Hutan mangrove tidak kalah menariknya. Bahkan perjalanan menuju ke sana dengan menggunakan perahu, yang memakan waktu kurang lebih 4 jam dari Benteng Kuto Besar (BKB) akan sarat dengan pemandangan hutan mangrove.

Walau Sembilang didesain sebangai kawasan konservasi. Dengan potensi seperti itu. Eko wisata bisa dikembangkan dengan baik di Sembilang. Bentang alam dan pemandangan yang indah, kehidupan liar dan burung migran, dengan aktifitas perikanan yang bervariasi di kawasan tersebut merupakan potensi besar untuk dikembangkan sebagai kawasan eko wisata.

Banyak kegiatan di Sembilang yang dapat dikembangkan menjadi wisata. Beberapa diantaranya, seperti pengamatan burung air migran yang dapat dilakukan pada bulan bulan tertentu Oktober sampai April. Di samping burung migran, burung yang menetap di sana juga dapat dengan mudah diamati sepanjang tahun.

Menelusuri sungai menggunakan sampan menjadi mengasyikkan, melihat bentang alam yang unik dan alami. Dalam perjalan itu, kehidupan liar juga dapat diamati. Seperti pengamatan burung, primata, jejak satwa, dan pada saat malam dapat dilakukan pengamatan buaya.

Selain menyajikan keindahan alam dan ragam satwa didalamnya. Sembilang dengan masyarakat yang kental akan kehidupan airnya dapat dijadikan pengalaman tak terlupakan. Bergabung dengan para nelayan untuk mencari ikan, serta berkunjung ke pasar ikan tradisional.

Deretan rumah panggung dengan di atas batang nibung akan menjadi saksi. Sembilang bukan hanya menjadi surganya kawanan burung air, namun pemanfaatan sumber daya alam sebagai kawasan eko wisata merupakan potensi besar bagi Sumatera Selatan.

sumber: http://www.beritamusi.com/berita/2009-11/sembilang-surganya-burung-migran/




Selengkapnya...

Selasa, November 03, 2009

Banjir Masih Mengancam Palembang

Saturday, 31 October 2009

PALEMBANG(SI) –Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumsel,menilai bencana banjir di kota Palembang akan terus terjadi. Pemkot Palembang dinilai tak serius menanggulangi banjir.

Pembiaraan terhadap penimbunan rawa,pembangunan sistem drainase perkotaan yang tidak berwawasan lingkungan menjadi penyebab utama,ancaman tersebut. Berdasarkan catatan Walhi, sejak awal tahun banjir terus saja terjadi di kota Palembang.”Sudah lebih dari 11 bencana banjir di kota Palembang.Itu yang terhitung berdasarkan pelaporan masyarakat sejak bulan, Januari hingga April, yakni puncak musim hujan tahun lalu,” ujar Ketua Bidang Kajian dan Penelitian,Walhi Sumsel,Hadi Jatmiko kepada SI,kemarin.

Bahkan, sambung Hadi, berdasarkan catatan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Indonesia,mencatat dari 33 Provinsi di tanah air,hingga akhir tahun 2008 terdapat 27 provinsi yang secara serius rentan tertimpa bencana banjir dan tanah longsor,salah satunya Provinsi Sumsel. ” Rentetan bencana alam berupa banjir dan tanah longsor terus melanda Sumatera Selatan adalah dengan tingkat kerentanan bencana yang tinggi,”katanya. Hadi mengatakan, setidaknya sejak bulan Januari hingga pertengahan Desember 2008 lalu, telah terjadi 39 kali bencana banjir dan lonsor yang tersebar di kota dan kabupaten di Sumatera Selatan.

”Palembang,MUBA,MURA, Banyuasin, OKI, Muara Enim, Lahat, Prabumulih, dan OKU Timur semuanya mengalami banjir dan longsor,”terangnya. Akibat bencana banjir tersebut pula, Kata Hadi,menyebabkan pasokan sayur-mayur menjadi terhambat, yang berpengaruh kepada meningginya harga akibat menipisnya stok atau persediaan. ” Diperparah lagi, banjir juga telah mengisolasi perkampungan masyarakat, termasuk sulitnya ribuan orang untuk memperoleh air bersih, bencana banjir di OKU Timur di Bulan Februari 2008 yang melanda 46 Desa di 13 Kecamatan,”tuturnya.

Untuk Kota Pelembang sendiri, Hadi menjelaskan, sebagian besar wilayah kota Palembang selalu terendam banjir. Beberapa titiktitik banjir di kota Palembang yakni,Kelurahan Ario Kemuning, di Kecamatan Sematang Borang, sejumlah titik banjir di kawasan jalan Sukamto dan jalan Mayor Ruslan, 8 Ilir, Kelurahan Pakjo, jalan A.Yani,Kecamatan Seberang Ulu II,dan beberapa tempat di Kelurahan 5 Ilir,Ilir Timur II,Kelurahan dua Ilir,Kolonel H.Burlian, dan Kecamatan Alang-alang Lebar.

Sehingga, Pemerintah kota Palembang harus memiliki solusi yang kongkret terhadap bencana banjir dengan cara mengurangi potensi penyebab bencana banjir pada ekologi Palembang.”Setidaknya jangan menjadi bencana tahunan dan langganan ketika musim hujan lah.Kok Palembang terus banjir,”cetusnya. Terpisah,Kepala Dinas PU Bina Marga Kota Palembang, Kira Tarigan mengatakan,saat ini,PU telah mengaktifkan dua pompa yang akan membuang genangan banjir di Palembang.

”Kita tidak bisa langsung menbuat Palembang bebas banjir.Kan sudah ada pompa dengan kapasitas besar yang akan membuang genangan banjir ke sungai musi.Ya dimaksimalkan saja fungsinya,”jelasnya ke SI. (CR1)





Selengkapnya...

Kamis, Oktober 22, 2009

Ganti Rugi Tak Jelas

Palembang, Kompas - Ganti rugi tanah petani di Desa Sinar Harapan, Kabupaten Musi Banyuasin, dan Desa Sido Mulyo, Kabupaten Banyuasin, tidak diterima oleh pemilik tanah yang sah. Demikian dikatakan Kepala Kanwil Badan Pertanahan Nasional Sumsel Ismaily Syah, Rabu (21/10).

Ismaily mengungkapkan hal tersebut kepada perwakilan petani Desa Sinar Harapan dan Desa Sidomulyo yang masih melanjutkan aksi protes karena tanahnya diserobot perusahaan perkebunan. Sebelumnya, para petani melakukan aksi protes di Kantor Gubernur Sumsel dan Gedung DPRD Sumsel.

Menurut Ismaily, tanah petani yang masuk dalam Hak Guna Usaha (HGU) PT Berkat Sawit Sejahtera (BSS) harus mendapat ganti rugi. Persoalannya, kata Ismaily, perusahaan tak tahu ke siapa harus membayar ganti rugi itu. PT BSS telah memiliki HGU yang diterbitkan tahun 2003.

”Bisa jadi perusahaan sudah membebaskan tanah, tetapi ganti rugi tidak diterima pemilik tanah sebenarnya. Atau perusahaan hanya membayar biaya pancung alas (membuka hutan) karena tanah tersebut dikira tidak ada pemiliknya. Hal seperti ini sering terjadi,” ujarnya.

Ismaily mengutarakan, BPN akan memeriksa kembali bukti kepemilikan tanah PT BSS di Desa Sinar Harapan dan kepada siapa perusahaan membayar ganti rugi.

Menurut Ismaily, BPN belum pernah melakukan pengukuran terhadap tanah petani di Desa Sido Mulyo yang disengketakan dengan PT Perkebunan Nusantara VII. Namun, Ismaily yakin tanah itu memiliki sertifikat karena merupakan kawasan transmigrasi.

”Dulu pernah ada beberapa perusahaan yang meminta HGU di Desa Sido Mulyo, tetapi ditolak karena masuk kawasan transmigrasi,” kata Ismaily.

Ismaily menambahkan, tindakan petani yang mempertahankan tanahnya sudah tepat karena petani memiliki sertifikat dan surat keterangan dari pemerintah desa setempat.

Langkah konkret

Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumsel Anwar Sadat yang mendampingi petani mengutarakan, Walhi meminta solusi konkret dari BPN. Persoalannya, perusahaan enggan memberikan ganti rugi kepada petani meski sudah melakukan kesalahan.

”Kami meminta BPN bertindak sebagai eksekutor,” kata Anwar Sadat.

Menanggapi permintaan Walhi Sumsel, Ismaily mengutarakan, BPN bukan lembaga yang mempunyai kewenangan mengeksekusi tetapi hanya sebagai mediator.

”Kami tidak bisa melakukan pengusiran. Kami hanya bisa menjelaskan siapa pemilik tanah,” katanya.

Menurut Basori, petani dari Desa Sido Mulyo, persoalan sengketa tanah tersebut sudah berlangsung 10 tahun tanpa ada penyelesaian. Petani menuntut agar sengketa tanah diselesaikan secepatnya.

Sukardi, petani dari Desa Sinar Harapan, mengungkapkan, petani tidak tahu soal hukum. Petani menganggap tanah yang mereka garap selama ini adalah tanah milik mereka.

”Kami masyarakat kecil tidak ingin mengadakan perlawanan, kami ingin damai. Sejak perusahaan datang, hidup kami tidak tenang,” ungkapnya. (WAD)




Selengkapnya...

Selasa, Oktober 20, 2009

Lahan Diserobot, Ratusan Petani Demo ke Kantor Gubernur Sumsel


Palembang - Ratusan petani dari Desa Sinar Harapan, Kabupeten Musi Banyuasin dan Desa Sido Mulyo, Kabupaten Banyuasin, berunjukrasa ke kantor Gubernur Sumsel. Mereka mengadukan penyerobotan lahan yang dilakukan PT. Berkat Sawit Sejati (BSS) dan PT Perkebunan Nusantara VII.

Mereka tiba di kantor Gubernur Sumsel, Jalan Kapten A. Rivai, Palembang, Senin (19/10/2009), sekitar pukul 10.00 WIB. Mereka membawa sejumlah spanduk dan poster yang antara lain bertuliskan "Stop Penindasan", "Kriminalisasi Terhadap Petani", "Kembalikan Lahan Warga Sinar Harapan Muba dan Sidomulyo Banyuasin", dan "Berobat dan Sekolah Gratis Tidak Berarti Jika Tanah Petani Dirampas".

Sekitar pukul 11.00 WIB, perwakilan petani dan aktivis Walhi Sumsel sebagai pendamping mengadakan pertemuan dengan Wakil Gubernur Sumsel Eddy Yusuf. Dalam pertemuan itu, Eddy Yusuf berjanji akan mempertemukan dan membantu penyelesaian persoalan petani dengan pihak perusahaan. "Pemerintah dipihak yang benar," kata Eddy.

Kasus ini berlangsung sudah lama. Kasus penyerobotan lahan petani Desa Sinar Harapan Kecamatan Bayung Lincir Kabupaten Musi Banyuasin oleh PT. Berkat Sawit Sejati (PT BSS), misalnya sejak tahun 2005 PT. BSS memperluas usahanya hingga ke Desa Sinar Harapan, dan di tahun 2006 telah menggusur hampir merata tanah garapan masyarakat.

Sementara di awal rencana usahanya di kawasan Desa Sinar Harapan, perusahaan telah menyatakan bahwa perusahaan akan memberikan ganti rugi bagi masyarakat yang bersedia melepaskan lahan garapannya, dan terhadap masyarakat yang tidak bersedia, perusahaan akan menghormati keinginan masyarakat, dan lahan usaha masyarakat tersebut akan diin-clave (tidak digarap).

Namun kenyataannya, banyak lahan masyarakat yang menginginkan in-clave tetap dirampas oleh perusahaan. Alasan PT. BSS, bahwa lahan masyarakat tersebut masuk di dalam HGU perusahaan, untuk itu masyarakat harus menyerahkan tanahnya kepada perusahaan. Atas tekanan demikian, banyak kemudian masyarakat harus merelakan lahan garapannya diambil oleh perusahaan, meski dengan nilai ganti rugi yang tidak memadai.

Di luar dari tanah yang hingga hari ini tidak ingin masyarakat perjual-belikan, terdapat 73 hektare lahan yang terus masyarakat perjuangkan. Masyarakat Desa Sinar Harapan menginginkan lahan tersebut di in-clave dan dikembalikan kepada masyarakat tanpa terkecuali. Perlu kami sampaikan bahwa tanah masyarakat tersebut, banyak diantaranya telah besertifikat (yang merupakan alas hak terkuat/di atas HGU) dan sebagian memiliki bukti keterangan usaha yang berada di wilayah Desa Sinar Harapan yang disyahkan oleh Direktorat Agraria Propinsi Sumatera Selatan pada tahun 1983 (gambaran lengkap tentang kasus dan data tanah masyarakat terlampir).

Sementara untuk persoalan petani Desa Sido Mulyo Kecamatan Tungkal Ilir Kabupaten Banyuasin – sejak tahun 2001, PTPN VII telah melakukan perluasan usaha dan menggusur tanah pertanian warga Sido Mulyo. Jika ditinjau kembali ke belakang, dapat dinyatakan bahwa sesungguhnya PTPN VII telah melakukan pelanggaran hukum, dimana pada saat menggusur tanah rakyat setempat, perusahaan tidak memiliki izin yang syah (baik izin lokasi terlebih lagi izin HGU) untuk menggarap lahan masyarakat Desa Sido Mulyo.

Perusahaan ketika itu hanya memiliki izin lokasi yang penempatannya berada di Desa lain, yaitu Desa Keluang dan Desa Bentayan Kecamatan Pulau Rimau Kabupaten MUBA. Baru setelah tanah masyarakat dikuasai sepenuhnya oleh perusahaan, izin lokasi PTPN VII yang ditanda tangani oleh Bupati Banyuasin di tahun 2003 terbit. Setidaknya dari luasan wilayah Desa Sido Mulyo yang mencapai 1.730 Hektar, terdapat 387 Ha lahan pertanian masyarakat Sido Mulyo yang telah dirampas oleh PTPN VII.

Dari luasan lahan masyarakat yang telah digusur oleh perusahaan tersebut, seluas 132 Ha diantaranya memiliki alas hak berupa Sertifikat/HM (yang sesungguhnya merupakan alas hak terkuat dan tertinggi/melebihi HGU ataupun izin lokasi), dan seluas 255 Ha memiliki SKT/SPH, yang secara legal berada dalam wilayah Desa Sido Mulyo yang telah ditetapkan sebagai Desa Transmigran.





Selengkapnya...

Minggu, Oktober 11, 2009

Reduksi Ekologi Sumatera Selatan; Akar Persoalan dan Solusinya

Penulis :
Anwar sadat Direktur ED WALHI Sumsel

Sumatera Selatan merupakan salah satu provinsi dengan tingkat kerentanan bencana yang sangat tinggi. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat bahwa dari 33 Provinsi di tanah air, hingga akhir tahun 2008 terdapat 27 provinsi yang secara serius dan rentan tertimpa bencana banjir dan tanah longsor, dan Sumsel merupakan satu diantaranya.

Pada tahun 2008, WALHI Sumatera Selatan mencatat setidaknya terdapat 41 kali bencana banjir dan longsor yang pernah terjadi di daerah ini – yang tersebar hampir di seluruh wilayah kota/kabupaten di Sumatera Selatan, diantaranya; Palembang, MUBA, MURA, Banyuasin, OKI, Muara Enim, Lahat, Prabumulih, dan OKU Timur. Sementara di tahun 2009, sejak Bulan Januari hingga Bulan April, tercatat sedikitnya terjadi 45 kali bencana, berupa; banjir, longsor, hujan abu, dan badai. Dengan mendasarkan realitas tersebut, dapat disimpulkan bahwa telah terjadi peningkatan bencana ekologis yang luar biasa.

Bencana kebakaran lahan dan hutan merupakan masalah bencana ekologis lainnya yang selalu melanda rakyat Sumatera Selatan. Di tahun 2009 ini saja, Berdasarkan pantauan WALHI Sumsel, setidaknya sejak bulan Mei - 8 September 2009 terdapat 2058 titik api (hotspot). Berbagai dampak dari kebakaran lahan dan hutan yang semakin masif tersebut, telah memekatkan udara di banyak tempat di Sumsel. Dampak dari itu semua, tidak hanya berdampak terhadap kesehatan warga seperti mata perih (iritasi), sesak napas, alergi, sakit kepala, lesu, ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut), dan mual terutama yang dialami oleh anak-anak. Menebalnya kabut asap juga menyebabkan terganggunya jalur transportasi dan kenyamanan warga khususnya ketika diperjalanan.

Belum lagi bencana perubahan iklim atau pemanasan global yang saat ini telah begitu dirasakan oleh masyarakat. Berdasarkan laporan Badan Metreologi dan Geofisika (BMG) saat ini telah terjadi kenaikan suhu bumi di Kota Palembang hingga mencapai 34 – 35◦C, dimana dalam keadaan normal suhu permukaan Kota Palembang hanya berkisar antara
23–30◦C.


Punahnya Daya Topang Ekologi Sumsel

Jika kita telaah lebih dalam, rentetan bencana alam yang terus terjadi tersebut tentunya tidaklah berdiri sendiri. Kekeliruan atas praktek pengelolaan sumber daya alam yang diterapkan selama ini dapat ditegaskan adalah penyumbang terbesar bagi kelahiran berbagai bencana alam di daerah ini. Konversi secara masif kawasan hutan alam dan lahan (gambut dan rawa) menjadi perkebunan kelapa sawit, hutan tanaman industri (HTI), dan berbagai usaha-usaha pertambangan – semakin masif dilangsungkan oleh pemerintah. Pemerintah daerah terus menjanjikan dan memberikan kemudahan bagi kalangan bisnis/pelaku usaha dalam mengurus dan memperoleh perijinan tanpa pernah memperhatikan asfek keberlanjutan ekologi dan daya tahan alam. Salah satu akibatnya kita dapat melihat, bahwa saat ini hutan alam di Sumsel setiap tahunnya terus mengalami penyusutan.

Berdasarkan data dari sumber Dinas Kehutanan Sumsel dalam buku Informasi Pembangunan Kehutanan dan GERHAN, menunjukan bahwa, kawasan hutan yang ada di Sumatera Selatan terdapat 3.777.457 hektar atau 3,4% dari luasan kawasan hutan yang ada di Indonesia. Dari luasan Hutan tersebut terdiri dari; Hutan Lindung memiliki luas 539.645 hektar, Hutan Konservasi 711.778 hektar dan Hutan Produksi 2.525.034 hektar. Dari hasil studi citra satelit tahun 2002 dan tahun 2005, menunjukan bahwa 62,13% dari kawasan hutan atau seluas 2.344.936 ha telah menjadi kawasan yang tidak produktif (tidak berhutan lagi), dan 37,87% atau seluas 1.429.521 ha kawasan hutan yang masih memiliki tegakan/berhutan (Informasi pembangunan kehutanan dan GERHAN - Dishut Provinsi Sumsel, 2005). Dari informasi dan data ini, menunjukan bahwa kondisi Hutan yang ada di Sumatera Selatan sudah mengalami degradasi yang cukup tinggi atau tingkat degradasinya sebesar 100.000 ha per tahun. Untuk kondisi akhir tahun 2008, berdasarkan asumsi di atas kondisi hutan Sumsel hanya tinggal 1.129.000 ha.


Mengurangi Kerusakan Ekologi

Mungkin tidaklah terlalu sulit menyatakan bahwa telah saatnya bagi kita secara kolektif untuk mulai menjaga dan mengurangi kerusakan ekologi, meski dalam prakteknya tentu hal tersebut tidaklah mudah untuk diterapkan. Ambisi memperoleh kejayaan ekonomi dan keuntungan yang melimpah, yang telah berurat nadi dalam praktek pengelolaan SDA selama ini adalah merupakan persoalan mendasar dan terus berlangsung hingga hari ini. Sehingga meski berbagai upaya perbaikan telah dilakukan, hal tersebut senyatanya tidaklah sebanding dengan daya rusak ekologi yang telah diciptakan.

Dalam konteks tersebut, gerakan dan perjuangan penyelamatan ekologi harus terus didesakkan. Memastikan terlaksananya komitmen Pemerintah Daerah untuk mengatasi berbagai persoalan lingkungan, diharapkan tidak hanya akan mampu meminamilisir laju bencana yang terus terjadi, namun juga akan berinfak kepada perbaikan kwalitas kehidupan masyarakat Sumatera Selatan.

Pada akhirnya, selama kekayaan alam di daerah ini terus dieksploitasi tanpa memperhatikan daya dukung dan keberlangsungan ekologi serta ruang eksistensi rakyat, maka dapat dipastikan berbagai bencana struktural (kemiskinan, kesenjangan sosial, dan rentetan bencana alam) akan semakin meluas. Melalui re-orientasi pembangunan, dimana sudah selayak dan saatnya bagi setiap Gubernur/Bupati/Walikota di daerah ini untuk menghormati dan menghargai hak-hak rakyat dan ekologi, tentu struktur keadilan bagi rakyat akan dapat tercipta dan berbagai rentetan bencana alam yang terus terjadi akan semakin terminimalisir.






Selengkapnya...

Kamis, Oktober 08, 2009

WALHI TERJUNKAN RELAWAN BANTU KORBAN GEMPA SUMBAR

Palembang, 2/10 Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) menerjunkan sedikitnya 50 personel relawan, untuk membantu korban gempa di Sumatra Barat (Sumbar).

Manager Regional Sumatra Eksekutif Nasional WALHI, Mukri Friatna dari Padang, Sumbar, Jumat pagi mengabarkan bahwa mulai hari ini pihaknya menerjunkan sebanyak 50 relawan untuk membantu evakuasi dan tindakan darurat lainnya yang diperlukan di lokasi bencana itu.

"Mereka akan disebar ke tiga kabupaten di negeri urang awak tersebut," ujar mantan Direktur Eksekutif WALHI Lampung itu pula.

Menurut Mukri, para relawan itu diharapkan dapat bahu membahu bersama aparat dan warga serta tim penanggulangan gempa untuk membantu di setiap lokasi mereka diterjunkan.

Mukri sendiri bersama rombongan dari Jakarta sudah berada di Padang, Sumbar sejak Kamis (1/10).

Dia menyebutkan, umumnya kondisi di lokasi terkena gempa itu masih dalam keadaan darurat.

"Aparat masih menunggu alat berat datang untuk melakukan evakuasi dan pertolongan kepada korban gempa yang diperlukan," ujar Mukri pula.

Disebutkan laporan dari lapangan hingga hari ini, terdapat sedikitnya dua kabupaten belum dapat terlayani bantuan darurat, yaitu Kabupaten Agam dan Pasaman Barat.

"Penggalangan berbagai bentuk bantuan sangat diharapkan, untuk membantu saudara-saudara kita di Sumbar ini," kata Mukri lagi.

Ia menyatakan, seluruh pengurus WALHI di Sumatra, diminta mengambil langkah untuk membantu korban gempa itu, termasuk menggalang dukungan dana dan bantuan yang diperlukan untuk dapat segera disalurkan.

Pihaknya juga minta kesiapan personel siaga bencana WALHI untuk diterjunkan membantu masyarakat di daerah yang terkena gempa.

Di Palembang, WALHI Sumsel bersama berbagai elemen masyarakat lainnya juga telah membuka posko solidaritas dan menggalang bantuan untuk korban gempa itu.




Selengkapnya...

Selasa, Oktober 06, 2009

Posko Solidaritas Mayarakat Peduli Bencana Untuk Sumbar dan Jambi

Informasi Umum Kegiatan

  1. Solidaritas Masyarakat Peduli Bencana, yang terdiri dari beberapa organisasi (NGO, BEM, MAPALA, dan SISPALA) membentuk posko penggalangan bantuan berupa, pakaian layak pakai, tenda, selimut, bahan makanan, dan uang.
  2. Bantuan para donatur dapat disampaikan secara langsung melalui Posko, yang dipusatkan di Kantor WALHI Sumatera Selatan,Alamat : Jalan A. Riva’i No. 690 A Palembang, Telp. 0711 – 317526 Guna mensinergikan aktifitas yang akan dilakukan, Solidaritas Masyarakat Peduli Bencana membagi peran terhadap individu dan elemen yang tergabung ke dalam divisi/team kerja.
  • Divisi/team kerja yang dimaksud dibagi dalam 3 (tiga) bagian, yaitu : a. Team Penggalangan Dana : Team ini bekerja untuk menggalang/mengkonsolidasikan dana publik, melalui: - Penggalangan dana di jalan dan pusat-pusat keramaian. - Penggalangan dana dari lembaga dan personal - Penggalangan dana melalui event publik - Penerimaan bantuan melalui posko bersama b. Team Jaringan - Team jaringan bertugas membangun koordinasi dan komunikasi dengan berbagai fihak yang juga melalukan penggalangan solidaritas untuk para korban tertimpa bencana. - Koordinasi dan komunikasi dianggap perlu guna mensinergikan aktifitas yang dilakukan oleh aliansi yang tergabung di dalam SMPB (Solidaritas Masyarakat Peduli Bencana) dengan elemen lainnya, termasuk memastikan mekanisme dan teknis serta jalur pendistribusian bantuan. c. Team Data - Team ini menyusun informasi dalam bentuk data base terkait dengan kondisi-kondisi yang terjadi di lapangan, seperti : jumlah korban jiwa, jumlah korban tertimpa bencana, pusat-pusat pengungsian, serta kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan di wilayah-wilayah bencana. Dalam konteks tersebut, team bekerja untuk terus meng up-date (memberikan perkembangan informasi) yang terjadi di wilayah bencana. - Selain itu team bekerja untuk memberikan informasi mengenai berbagai bentuk sumbangan yang diterima, sebagai bentuk akuntabilitas (kepercayaan dan pertanggungjawaban)
Solidaritas Masyarakat Peduli Bencana (SMPB) memastikan kepada para penyumbang/donatur sekalian bahwa sumbangan yang diterima akan didistribusikan sepenuhnya kepada para korban. Secara teknis dan prosedur dapat disampaikan bahwa :
  • Berbagai bentuk sumbangan yang diterima terus diinformasikan/diumumkan di posko
  • Biaya operasional dalam berbagai kegiatan untuk para korban bencana, tidak diambil dari dana sumbangan yang diterima, melainkan dana sumbangan lembaga, khususnya yang tergabung di dalam Solidaritas Masyarakat Peduli Bencana.
  • Diakhir kegiatannya, kami akan mengumumkan kepada publik mengenai jumlah dan berbagai bantuan yang diterima, serta kemana bantuan disitribusikan.





Selengkapnya...

Selasa, September 29, 2009

WALHI SUMSEL: ADVOKASI LINGKUNGAN PERLU DIPERKUAT

Saturday, 12 September 2009 22:06

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sumatra Selatan (Sumsel) bertekad memperkuat advokasi lingkungan untuk masyarakat dan pelestarian alam, sekaligus mengajak para pihak mendukung kelestarian sumberdaya hayati dan mencegah bencana lingkungan di daerahnya.
Palembang, 12/9 (Antara/FINROLL News) - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sumatra Selatan (Sumsel) bertekad memperkuat advokasi lingkungan untuk masyarakat dan pelestarian alam, sekaligus mengajak para pihak mendukung kelestarian sumberdaya hayati dan mencegah bencana lingkungan di daerahnya.

Direktur Eksekutif WALHI Sumsel, Anwar Sadat, di Palembang, Sabtu, mengingatkan bahwa persoalan lingkungan hidup akan semakin mengemuka dan mengancam kelestarian alam dan lingkungan di daerahnya.

Karena itu, perlu upaya bersama secara bersungguh-sungguh untuk melindungi kepentingan masyarakat dan menjamin pelestarian lingkungan hidup itu dari ancaman kerusakan dan kehancuran.

Dia menyebutkan, selain degradasi dan deforestasi yang mengancam kawasan hutan, ancaman pencemaran lingkungan juga terus berlangsung dengan berbagai penyebabnya.

"Ancaman kerusakan lingkungan hidup yang bisa membawa bencana bagi manusia dan alam sekitarnya, harus segera dihentikan," ujar Sadat lagi.

WALHI Sumsel bersama lembaga mitranya terus bertekad memperkuat advokasi lingkungan hidup menghadapi berbagai ancaman pengrusakan tersebut.

Upaya yang dijalankan, selain memperkuat kelembagaan dan kapasitas SDM pengurus WALHI, juga terus melakukan pendampingan ke masyarakat yang membutuhkan.

WALHI Sumsel juga menginisiasi pembentukan WALHI Institute (WI) yang diharapkan menjadi lembaga "think thank" atau kajian ilmiah terhadap berbagai persoalan lingkungan hidup di daerahnya.

Berkaitan pembentukan WI itu, sejumlah akademisi, praktisi dan profesional, aktivis LSM/NGO, peneliti dan para pihak lain yang dinilai memiliki kapasitas memadai, diajak bergabung mendirikan dan mengembangkannya.

Pertemuan awal inisiasi pembentukan WI telah berlangsung dua kali di sekretariat WALHI Sumsel, termasuk pertemuan terakhir pada Jumat (11/9).

Sejumlah akademisi dan tokoh LSM serta praktisi yang diajak bergabung dalam WI, di antaranya Prof Faisal Daud, Alfitri, JJ Polong, Tarech Rasyid, beberapa peneliti, akademisi, praktisi media, dan aktivis LSM di Sumsel.

"Mudah-mudahan dalam waktu dekat WI yang digagas WALHI Sumsel segera terbentuk dan bisa eksis memperkuat advokasi lingkungan hidup yang kami perjuangkan bersama komponen masyarakat peduli lingkungan lainnya," ujar Hadi Jatmiko, Staf WALHI Sumsel pula.

Dia mengingatkan, sejumlah persoalan lingkungan hidup di daerah itu, seperti pengrusakan hutan, pencemaran sungai, kebakaran hutan dan lahan, eksploitasi tambang yang merusak, dan kasus lingkungan hidup lainnya memerlukan kepedulian para pihak untuk menanganinya secara bersungguh-sungguh.




Selengkapnya...

Rabu, Agustus 19, 2009

Menyingkap Kiamat 2012

Lapisan bumi retak. Tanah merekah dan amblas di mana-mana. Tidak sekadar menciptakan efek gempa maksimal berskala 13 richter, melainkan juga benar-benar menjungkirbalikkan dan menelan apa pun yang ada di muka bumi. Gedung-gedung bertumbangan, memperlihatkan efek domino yang tragis. Jalan-jalan beton patah dan amblas, melumat setiap mobil yang ada di atasnya.

Sejurus kemudian, hujan meteor berdiameter 3-6 meter jatuh dari balik awan yang bergelantungan di langit biru. Hantamannya menimbulkan getaran. Semuanya menghunjam bumi, menimbulkan lubang-lubang yang membara. Seiring dengan itu, permukaan laut naik, menimbulkan gelombang setinggi ribuan meter. Dahsyat, hingga puncak Himalaya pun tak luput dari empasannya.

Kemana pun makhluk hidup menghindar, mereka seperti dikejar malaikat maut. Sebuah gambaran kiamat yang sempurna. Itulah trailer film 2012 karya Roland Emmerich, yang Agustus nanti bisa ditonton publik. Sebelumnya, Emmerich menggarap sejumlah film penuh efek, seperti Independence Day, The Day After Tomorrow, dan 10.000 B.C. Cuplikan kiamat 2012 yang bisa diunduh melalui internet itu demikian banal dan verbal.

Tidak demikian dengan Knowing, film thriller garapan sutradara asal Mesir, Alex Proyas (The Crow, Dark City, dan I, Robot), bernuansa supranatural ini berkisah tentang penyelamatan segelintir manusia pilihan dari bencana kehancuran bumi. Pada menit-menit akhir film, penonton disuguhi bencana superekstrem. Detik-detik ketika radiasi panas matahari menjilat permukaan bumi. Dorongannya mengempaskan dan membakar apa saja yang dilewati. Tak satu pun bisa selamat. Bahkan mereka yang menghindar dan bersembunyi di perut bumi sekalipun.


Kiamat sebenarnya bukan monopoli telaah ilmuwan. Sejumlah agama dan keyakinan tradisional bahkan memuat nubuat akhir zaman itu. Gambaran kemusnahan dunia yang tak disangka menjelang penghakiman terakhir, digambarkan dengan cara apokaliptis. Momen sakral itu tidak saja diyakini secara harafiah, bahkan --oleh para penganut tiga agama samawi (Yahudi, Kristen, dan Islam)-- dipahami dengan kacamata iman.

Belakangan, demam 2012 melanda publik. Diawali dengan munculnya puluhan buku tentang penyingkapan tahun 2012. Antara lain: 2012: Mayan Year of Destiny, Beyond 2012: Catastrophe or Awakening?, 2012: Science or Superstition, The Mystery of 2012: Prediction, Prophecies, and Possibilities, How To Survive 2012, Unlocking the Secrets of 2012, dan Fractal Time: The Secret of 2012 and a New World Age.

Sejumlah penulis mengungkap bakal terjadinya kiamat pada 2012. Bencana itu bisa terjadi karena berbagai faktor, baik internal maupun eksternal. Pemicunya: perubahan drastis yang terjadi di muka bumi karena pemanasan global, erupsi supervulkanik, pergeseran medan magnet bumi, koyaknya perisai magnet bumi, radiasi panas matahari, tubrukan antarplanet, hingga efek badai awan antarbintang.

Dari sejumlah karya, buku Apocalypse 2012: An Investigation into Civilization' s End tulisan Lawrence E. Joseph --yang telah diterjemahkan dan diterbitkan Gramedia Pustaka Utama-- bisa menjawab keingintahuan mengenai kiamat 2012. Penulis tidak saja menyuguhkan cerita Harmagedon dari aspek ramalan bangsa Maya, melainkan juga mengajak pembaca berkelana memasuki rahasia bumi, matahari, tata surya, kosmis, galaksi, dan luar angkasa.

Joseph tidak saja menggali isi buku, jurnal ilmiah, hasil simposium, hingga ramalan dukun terkait 2012. Ia juga mencari pengetahuan pada sejumlah temuan misi luar angkasa NASA (badan antariksa Amerika Serikat) dan ESA (badan antariksa Eropa). Tak ketinggalan pula, ia berusaha menyingkap tabir rahasia 2012 dengan bertanya kepada para fisikawan dan ilmuwan luar angkasa yang tergila-gila pada prospek 2012.

Di dunia internet, ratusan situs meramaikan pro dan kontra soal ramalan bangsa Maya. Bahkan resep teknis dan spiritual dalam menghadapi kiamat pun tersajikan. Yang paling menarik adalah penjelajahan memasuki ranah astronomi. Bagaimana superorganisme seperti bumi mengalami evolusi dalam interaksi dengan matahari, planet lain, serta energi dan materi yang ada di ruang angkasa.

Mengapa 2012?

Angka 2012 mendadak menggetarkan banyak orang. Muncul karena bangsa Maya --berdasarkan sistem "perhitungan panjang"-nya- - meramalkan bahwa pada 21 Desember 2012 (21/12/12) akan terjadi gangguan pada rotasi bumi. Pada waktu itu, tata surya, dengan matahari sebagai pusatnya, akan menutupi pemandangan pusat galaksi Bimasakti dari bumi. Ini terjadi setiap 26.000 tahun sekali.

Ketika itu terjadi, maka terputusnya pancaran dari pusat galaksi akan merusak mekanisme normal di bumi dan tata surya. Konsekuensi fenomena itu adalah bencana dan dislokasi dalam skala global karena pergeseran konfigurasi planet, sekecil apa pun. Tentu, sebagai sebuah ramalan, kebinasaan yang bakal terjadi pada 2012 adalah prospek. Bisa terjadi, tapi ada kemungkinan luput.

Bahkan, kalaupun bencana itu tiba, belum tentu seluruh permukaan bumi luluh lantak dan semua kehidupan musnah. Namun skenario terburuk telah menjadi pemikiran banyak ilmuwan dan astronom. Sebab kini tugas ilmu pengetahuan tidak sekadar membongkar rahasia alam semesta. Meramalkan, memprediksi, dan mencari alternatif keluarnya secara ilmiah adalah sebagian dari tanggung jawab para ilmuwan.

Kini para ilmuwan terus sibuk mencari korelasi bintik matahari dan ledakan-ledakan surya yang lain dengan fenomena di muka bumi, seperti badai, topan, letusan vulkanik, dan berbagai gempa besar. Lebih dari 10 satelit penelitian matahari diluncurkan sejak Helios I dan II mengangkasa pada pertengahan 1970. Mayoritas satelit dikirim NASA dan ESA. Pada 1980, misalnya, misi Maksimum Matahari dikirim guna mengamati aktivitas surya pada puncak daur bintik matahari.

Lalu, pada 1990, satelit Ulysses diluncurkan dengan tujuan khusus pada bagian tertentu spektrum matahari, seperti sinar-X, ultraviolet, dan angin surya. Satelit yang disponsori NASA dan ESA itu, menurut kantor berita Reuters, 30 Juni lalu, akan segera mengakhiri tugasnya. Misi tersebut berumur empat kali lebih lama dari prediksi semula. Satelit sebesar mobil VW itu, dengan kecepatan 56.000 kilometer per jam, telah menempuh perjalanan hampir 8,85 milyar kilometer atau sepadan dengan tiga kali putaran orbit matahari.

Diperkirakan, ketika jarak Ulysses dengan matahari sekitar 705 juta kilometer, transmisi kontak wahana tak berawak dengan bumi itu akan mati. Ed Smith, peneliti di laboratorium pendorong jet NASA, Pasadena, California, menyatakan bahwa data yang diperoleh selama misi memperlihatkan gambaran yang belum pernah ada mengenai siklus aktivitas matahari dan tata surya serta konsekuensinya. "Hal itu akan menjadi bahan riset para peneliti untuk beberapa tahun mendatang," katanya, seperti dikutip Reuters.

Lebih dari 1.000 artikel ilmiah dan dua buku dihasilkan dari informasi yang diperoleh Ulysses. Selain mengungkap adanya angin surya dan faktor-faktor penyebabnya, Ulysses juga mendalami partikel-partikel yang dipancarkan matahari ke seluruh tata surya. Ternyata aliran kuat partikel-partikel sub-atom yang memancar dari surya hingga 1 juta mil per jam berkurang hingga level terendah dalam 50 tahun terakhir.

Data berharga lainnya adalah info mengenai kawasan kutub matahari, debu antariksa di tata surya, planet Jupiter, dan objek transitnya. Info baru yang bisa diketahui manusia, menurut Ed Smith dari NASA, adalah soal heliosfer. "Ulysses telah memformat ulang pengetahuan soal heliosfer dan menyuguhkan informasi tentang lingkungan sekitar tata surya yang belum banyak terungkap," ujar Smith.

Heliosfer adalah selubung pelindung yang dihasilkan matahari melalui anginnya bagi bumi dan tujuh planet lain yang mengitarinya. Angin surya itu berperan menyapu radiasi dan sinar kosmik yang datang dari galaksi lain. Secara teori, heliosfer yang melemah akan membuat masuknya sinar kosmik ke tata surya makin besar. Radiasi sinar kosmik yang makin kuat tentu makin membahayakan para astronot ketika berada di luar angkasa.

Ancaman Bintik Surya

Selain Ulysses, generasi satelit terbaru yang memelototi aktivitas surya dalam relasinya dengan bumi adalah SOHO (Solar and Heliospheric Observatory --Pengamatan Surya dan Heliosfer) yang meluncur pada 2 Desember 1995. Tugas utamanya adalah mengidentifikasi lontaran CME (coronal mass ejections) atau ledakan bintik matahari, letupan surya, angin surya, dan semacamnya, yang menuju ke bumi. Info itu berguna bagi para ilmuwan untuk mengupayakan perlindungan terhadap satelit, pembangkit listrik surya, dan berbagai teknologi yang sensitif terhadap surya.

Faktanya, kini hanya sedikit satelit yang diberi perisai letupan surya dengan alasan mahal, tidak praktis, dan membatasi fungsi satelit. Bisa dibayangkan, jika serentetan badai surya massif terjadi sepanjang 2012, maka kelumpuhan telekomunikasi kamersial karena gangguan pada satelit-satelit akan terjadi. Kini SOHO terus memberikan informasi ke kontrol misi yang dikelola NASA di Goddard Space Flight Center di Maryland, tak jauh dari Washington.

CME adalah gas awan superpanas yang keluar dari surya dan melesat melalui ruang antarplanet. Ia menciptakan gelombang kejut yang meningkatkan kecepatan beragam partikel. Banyak proton di depannya terkena efek desakan dan menghasilkan badai proton. CME bergerak dengan kecepatan 1.000 sampai 2.000 kilometer per detik. Jika CME mengarah ke bumi, efeknya akan dirasakan satu atau dua hari kemudian.

Dua dasawarsa ini memang menjadi momen bagi para ilmuwan untuk mengerubuti matahari, pusat tata surya, yang ribuan tahun dimengerti manusia sebagai sumber stabilitas dan energi bagi kehidupan. Untuk menyelidiki struktur magnetik --termasuk bintik matahari yang muncul di permukaan surya-- maka meluncurlah TRACE (Transition Region and Corona Explorer). Penjelajah Kawasan dan Korona Transisi ini akan melengkapi RHESSI (Reuven-Ramaty High Energy Solar Spectroscopic Imager --Pencitraan Spektroskopi Surya Kekuatan Tinggi Reuven-Ramaty) , yang menyajikan citra sinar-X dan sinar gama letupan surya sejak 2002.

Bahkan, sejak 2003, University of Colorado, dengan Laser and Spectrum Physics Laboratory, mengoperasikan satelit SORCE (Solar Radiation and Climate Experiment) untuk menjawab rasa penasaran atas efek matahari terhadap atmosfer bumi. SORCE akan ditemani armada satelit STEREO yang diluncurkan NASA, satelit Yokoh B yang diluncurkan badan antariksa Jepang, dan Solar Dynamics Observatory (SDO) milik NASA.

Satelit STEREO berfungsi bak sepasang mata yang menyediakan gambar tiga dimensi CME. Lalu Yokoh B akan menyediakan gambar-gambar resolusi sangat tinggi pada kejadian di matahari. Sedangkan SDO bertugas mengurai dampak kejadian di matahari terhadap bumi.

Belakangan, ada pemikiran yang didasarkan pada temuan ilmiah bahwa planet-planet, termasuk bumi, membantu timbulnya bintik matahari dan sekaligus dipengaruhi olehnya. Konfigurasi dan jajaran planet memberi pengaruh besar kepada matahari. Pengetahuan tentang konfigurasi planet dan efek energinya terhadap tata surya terus berkembang, tidak sekadar dalam tataran astrologi atau ilmu ramalan, melainka juga ranah ilmiah murni.

Tim inti ilmuwan angkasa mengemukakan bahwa planet bumi secara reguler memancarkan pengaruh elektromagnetik dan gravitasi yang signifikan terhadap matahari. Perlu dipahami bahwa surya berkarakter cair dan lembek, sehingga lebih rentan terhadap tarikan magnetik dan gravitasi. Empat planet dalam yang berada di sisi matahari seolah dibatasi asteroid yang memisahkan Mars dan Jupiter. Dari empat planet dalam, yakni Merkurius, Venus, bumi, dan Mars, ternyata bumi memiliki massa terbesar, medan gravitasi terkuat, dan medan magnet terbesar.

Dengan demikian, relasi matahari-bumi berjalan dua arah. Ada sistem umpan balik energik antara matahari dan bumi yang melahirkan berbagai fenomena menarik nan dahsyat. Topan, letusan vulkanis, gempa bumi, dan kejadian iklim/seismik lain pada saat sejumlah besar energi dilepaskan tak lain adalah efek hubungan bumi mempengaruhi dan dipengaruhi bintik matahari. Ada pergeseran pandangan bahwa tidak hanya matahari yang mempengaruhi bumi, melainkan ada hubungan energi dua arah, meskipun pengaruh matahari jelas lebih besar.

Nah, apa yang terjadi jika efek saling mempengaruhi medan magnet itu terjadi pada 11 planet, plus matahari. Matahari, 10 planet tata surya, termasuk planet X terbaru, dan bulan --satelit bumi-- saling menarik. Pengaruh terbesar muncul jika gabungan planet berada dalam posisi segaris 0 derajat atau bisa saja membentuk bujur sangkar 90 derajat. Sejumlah konfigurasi mampu memicu keretakan lapisan luar matahari dan mengaduk-aduk isinya.

Richard Michael Pesichnyk dan ilmuwan angkasa lainnya memegang keyakinan bahwa sudut antarplanet menentukan pengaruh relatif planet-planet. Demikian pula, pusat massa tata surya tidak berada di inti matahari. Pusat massa itu selalu berubah, sebagai dampak pola orbit dan jajaran planet. Menurut Thomas Burgess, fisikawan kuantum benda-benda padat, jajaran planet dapat bergerak ke titik yang hanya berjarak 1 juta mil atau 1,6 juta kilometer dari matahari.

Jika hal itu terjadi, matahari akan mengembung ke arah pusat massa tata surya. Semakin besar daya tarik gravitasi terhadap matahari, semakin besar pula kemungkinan permukaan matahari merekah dan bocor, melepaskan apa yang disebut "radiasi terpenjara", yang puluhan ribu tahun terperangkap dalam selubung luar matahari.

Pada kondisi normal, radiasi itu merambat dari matahari secara stabil dan hampir konstan. Namun, ketika permukaan matahari terkoyak, "radiasi terpenjara" itu akan meletup, menimbulkan ledakan besar. "Radiasi terpenjara dapat lolos dari matahari lewat robekan atau gelembung negatif," kata Burgess, seperti dikutip Lawrence E. Joseph. Gelembung negatif itu berwujud cekungan di permukaan matahari. Kondisi ini membuat radiasi akan mudah menembus massa yang lebih sedikit.

Runyamnya, menurut perhitungan Burgess, jumlah total terbesar daya tarik-menarik planet-planet terhadap matahari bakal terjadi pada akhir 2012. Bintik surya maksimum yang diperkirakan terjadi tahun itu akan makin memperburuk situasi karena bakal membantu desakan matahari dengan tekanan maksimum.

Di samping itu, kutub magnetik matahari yang berganti posisi setiap 22 tahun, pada puncak setiap daur kedua, diprediksi akan terjadi pada 2012. Hal ini bakal meningkatkan ancaman bahaya. Kemungkinan ledakan besar mematikan akan dialami bumi sejak kemunculan manusia.

Perisai Magnetik Bumi Terkoyak

Daya serangan radiasi matahari itu akan makin besar ketika medan magnet pelindung bumi ternyata juga terkoyak. Para ahli geofisika telah lama meneliti rekahan sebesar California yang muncul di medan magnet pelindung bumi dari Hermanus Magnetic Observatory, Tanjung Barat Daya, Afrika Selatan. Pieter Kotze, seorang ahli geofisika di Magnetic Observatory, telah mendokumentasikan penipisan medan magnet pelindung bumi.

Kotze mendapatkan data itu melalui komputer canggih yang dapat menganalisis data dari sensor elektromagnetik yang tertanam di bawah tanah. Medan magnet bumi berasal dari perputaran inti besi cair bumi. Memang hukum inersia dan hukum yang mengatur listrik serta magnetisme tidak bisa dianulir. Namun medan magnet pelindung yang membentengi permukaan bumi dari radiasi proton dan elektron yang berlebihan tidak bersifat abadi.

Berlimpahnya radiasi surya ternyata juga akan menghalangi sinar kosmis. Padahal, sinar kosmis berupa partikel dan gelombang luar angkasa yang sangat aktif berperan dalam sebagian besar formasi awan di sekitar bumi. Awan, terutama yang melayang rendah, membantu menghalangi radiasi inframerah panas dari matahari. Proses ini sangat membantu menjaga permukaan bumi tetap dingin.

Terkoyaknya medan magnet bumi atau magnetosfer adalah sebuah ancaman. Pasalnya, medan magnet bumi berfungsi memantulkan radiasi surya dan menyalurkannya ke sabuk yang mengelilingi atmosfer luar planet bumi. Magnetosfer ini berupa medan elektromagnetik raksasa yang menyembur dari kedua kutub, laiknya perilaku bijih besi di sekitar magnet batang dan mengembang jauh di atmosfer.

Menurut Kotze, medan magnet antarplanet (interplanetary magnetic field, yang pada intinya merupakan medan magnet yang memancar dari matahari, juga mempengaruhi ukuran dan bentuk magnetosfer. Ternyata medan magnet antarplanet bisa memperkuat magnetosfer dengan masukan energi surya. Pada waktu lain, medan magnet antarplanet menekan medan magnet bumi, membuat makin padat, membelokkannya, dan bisa mengoyaknya.

Perisai pelindung bumi itu secara elementer bertugas melindungi organisme hidup di permukaan bumi. Magnetosfer bumi menyalurkan radiasi surya ke dua sabuk, yang dikenal sebagai sabuk radiasi Van Allen. Sabuk yang ditemukan James A. Van Allen melalui Explorer I dan Explorer II pada 1958 itu terbentang pada ketinggian 10.000 hingga 65.000 kilometer.

Dalam pandangan Lawrence E. Joseph, banyak ilmuwan yang belum menemukan jawaban mengapa medan magnet mulai menipis. Perkiraan terbesar, karena adanya turbulensi di medan magnet antarplanet sampai kekacauan fluktuasi inti cair bumi. Fenomena penipisan itu mengundang spekulasi bertukarnya posisi kedua kutub planet bumi. Riset terhadap sampel inti es dan sedimen dari dasar laut mengindikasikan bahwa kutub magnetik pernah bertukar tempat. Terakhir kali terjadi kira-kira 780.000 tahun lalu.

Pergeseran kutub itu membawa konsekuensi dahsyat pada muka bumi. Geolog William Hutton menyatakan, pergeseran kutub tipe kemerosotan mantel bumi akan memicu pergeseran awal ekuator di atas permukaan bumi. Ketika ekuator bergerak memasuki daerah baru di permukaan bumi, kawasan itu akan mengalami perubahan daya sentrifugal dan ketinggian permukaan laut.

Gejala ini akan menyebabkan pembagian baru daratan dan laut serta akan terjadi gerakan tektonis di kerak bumi. Bencana seismik dan tektonis pun bakal sulit terhindarkan.

Meskipun pergeseran itu akan terjadi dalam waktu lama, yang pasti, memudarnya medan magnet bakal melemahkan efek perlindungannya. Permukaan bumi akan jauh lebih rentan terhadap radiasi, yang terus membombardir dari luar angkasa.

Kejadian alam yang mengagetkan para ilmuwan adalah retaknya perisai radiasi surya dan kosmis selama sembilan jam, sepanjang 160.000 kilometer, yang dikenal dengan sebutan anomali Atlantik Selatan. Menurut Kotze, penipisan medan magnet bumi kemungkinan memicu penipisan lapisan ozon. Ini terjadi, ketika radiasi proton matahari menembus perisai magnetik bumi, reaksi kimia di atmosfer terpengaruh. Suhu pun meningkat tajam dan tingkat ozon di stratosfer menurun drastis.

Penipisan ozon itu akan membuat atmosfer menjadi lebih mudah ditembus sinar ultraviolet matahari. Bencana lebih besar tak bisa diprediksi. Terutama ketika bumi menuju pergolakan abnormal solar maksimum, yang diproyeksikan terjadi pada 2012. Radiasi surya dan kosmis akan memicu berbagai persoalan kesehatan, jaringan listrik, iklim, dan lingkungan hidup.

Memasuki Badai Awan Energi

Pengetahuan manusia mengenai penciptaan terus berkembang. Ketika ilmu pengetahuan belum matang seperti saat ini, kisah penciptaan seperti pada Kitab Kejadian mendominasi hampir selama dua abad. Kini ledakan besar (big bang) diyakini sebagai awal alam semesta. Alam semesta pun mengembang secara merata ke segala penjuru. Tidak ada yang tetap diam di alam semesta ini, baik dari dimensi panjang, lebar, tinggi, maupun waktu.

Pada konteks alam semesta yang dinamis dan terus bergerak, menurut Dr. Alexey Dmitriev, ahli geofisika dari Russian Academy of Science, bumi pada saat ini tengah berada dalam zona bahaya galaksi. Dmitriev adalah geofisikawan yang memiliki 200 publikasi akademis, kebanyakan tentang geofisika dan meteorologi, baik tentang bumi maupun planet lainnya.

Pada saat mengorbit pusat galaksi, matahari dengan tata suryanya melewati berbagai area angkasa yang berbeda. Beberapa di antaranya memiliki energi lebih besar dibandingkan dengan yang lain. Dmitriev mengingatkan, kini hujan badai antarbintang sedang dilewati tata surya. Bisa dipahami bahwa meningkatnya aktivitas surya adalah akibat langsung meningkatnya aliran materi dan energi ketika tata surya memasuki awan energi antarbintang.

Dmitriev mengemukakan tiga hal di alam semesta yang selama ini dikesampingkan para ilmuwan ortodoks. Tiga hal itu adalah kondisi dinamis dan tambahan media antarplanet, dampak energi dari konfigurasi planet-planet tata surya, serta adanya impuls dari pusat galaksi. Tiga hal itu begitu mempengaruhi bumi.

Bumi, selain berotasi sendiri dan mengelilingi matahari, juga bagian dari tata surya yang bergerak di orbit tak dikenal melalui galaksi Bima Sakti, yang juga berkelana di alam semesta. Ketika tata surya mengorbit dan ikut berkelana menumpang galaksi Bima Sakti, diyakini oleh sebagian fisikawan bahwa saat inilah tata surya memasuki awan energi.

Tata surya ibarat pesawat yang menjelajah dan mulai memasuki turbulensi antarbintang. Ini terjadi karena adanya ruang antarbintang yang sifatnya heterogen. Seperti objek yang melewati media lain, heliosfer (tata surya) yang masuk ke ruang antarbintang lain menciptakan gelombang kejut. Kekuatan gelombang akan bertambah besar ketika heliosfer memasuki kawasan angkasa yang lebih padat. Gerakan ini, menurut Dmitriev, bakal membentuk aliran materi dan energi dari ruang antarplanet ke tata surya.

Energi yang disuntikkan ke kawasan antarplanet bisa mengejutkan matahari secara inkonsisten, membebani medan magnet bumi, dan memperparah pemanasan global di bumi. Fenomena awan energi antarbintang ini juga menjadi kajian Vladimir B. Baranov. Ilmuwan Rusia ini mengembangkan model matematis heliosfer berdasarkan data dari Voyager.

Model Baranov itu, dari telaah para ilmuwan Rusia, Eropa, dan Amerika Serikat, mengindikasikan kaitan hingga 96% antara data Voyager, informasi NASA dan ESA, serta evaluasi dasar energi dan ruang yang dikerjakan Dmitriev. Isinya dugaan bahwa heliosfer akan berada dalam gelombang kejut selama 3.000 tahun selanjutnya. Sejumlah observasi pada planet-planet luar sejak 2006 memperlihatkan sejumlah anomali.

Uranus dan Neptunus mengalami pergeseran kutub magnetik. Jupiter memperlihatkan efek gelombang kejut dan melipatgandakan medan magnetnya hingga melebar sampai ke Saturnus. Bahkan, sejak Maret 2006, muncul bintik merah baru di Jupiter, seukuran bumi. Di lokasi bintik merah, yang disebut Oval BA, itu kini terjadi badai elektromagnetik tanpa henti.

Efek gelombang kejut itu juga dialami planet-planet dalam. Atmosfer Mars, misalnya, semakin padat. Komposisi kimia dan kualitas optikal atmosfer Venus berubah menjadi makin bercahaya. Juga matahari, yang berada di pusat heliosfer, karena susunan materinya menjadi lebih rentan terhadap efek energi dibandingkan dengan planet lain. Bumi sendiri --dan planet yang lain-- berada dalam bahaya ganda sebagai dampak langsung gelombang kejut dan pergolakan yang muncul di matahari.

Menurut hipotesis Gaia Lovelock, yang dikemukakan Gaia James Lovelock, pada prinsipnya bumi berupa superorganisme. Ia bukan bongkahan batu dan air yang tak bernyawa. Esensi hipotesis itu adalah sistem umpan balik negatif, di mana biosfer menyesuaikan dan mengatur dirinya sebagai kompensasi atas gangguan eksternal.

Nah, mekanisme adaptif biosfer ketika memasuki badai awan energi itu bisa berupa apa saja. Jika tiba-tiba panas karena memasuki awan energi antarbintang, biosfer akan mencari jalan untuk mendinginkan tubuhnya. Salah satu jalan adalah dengan ledakan supervulkanik, yang bisa membawa bumi pada zaman es. Tantangan biosfer bakal makin besar karena awan energi antarbintang juga akan menyuntikkan kilat dan gelombang panas, cahaya, serta radiasi elektromagnetik ke sistem iklim bumi.

G.A. Guritno
[Nukilan, Gatra Nomor 38 Beredar Kamis, 30 Juli 2009]

Selengkapnya...

Rabu, Juli 29, 2009

Gambut Berkurang

palembang,. Hutan gambut Merang Kepayang di Musi Banyuasin, yang merupakan satu-satunya hutan gambut di Sumsel yang masih terpelihara, juga terancam.

Direktur Walhi Sumsel Anwar Sadat dalam paparan hasil studi di hutan Merang Kepayang, Selasa (28/7), mengungkapkan, luas hutan gambut di Sumsel sekitar 750.000 hektar. Namun, sekitar 500.000 hektar hutan gambut sudah dialihfungsikan (dikonversi) sehingga hutan gambut yang belum dialihfungsikan tinggal seluas 230.000 hektar di Merang Kepayang.

Menurut Anwar Sadat, sebuah perusahaan swasta mendapat izin konsesi seluas 67.100 hektar dari Departemen Kehutanan di hutan Merang Kepayang. Walhi Sumsel mendesak agar izin tersebut ditinjau kembali karena lokasi konsesi berada di kawasan hutan gambut. ”Perusahaan tersebut akan mengajukan izin perluasan konsesi seluas 40.000 hektar. Kami mendesak agar izin perluasan ditolak karena akan menghancurkan hutan gambut,” kata Anwar Sadat.

Anwar Sadat mengutarakan, dari hasil pengamatan di lapangan selama 19 hari, terdapat 3.600-5.400 kubik kayu atau setara sembilan ponton yang dikeluarkan dari hutan Merang Kepayang. Kayu-kayu tersebut menjadi bahan baku untuk industri kertas.

Menyerap karbon

Anwar Sadat mengatakan, hutan gambut lebih istimewa dibandingkan dengan hutan biasa karena hutan gambut mampu menyerap karbon lebih banyak. Apalagi hutan gambut di Merang Kepayang memiliki kedalaman lebih dari 3 meter yang harus dilindungi menurut Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung.

Hutan gambut juga menjadi tempat hidup bagi 300 jenis tumbuhan, 18 spesies mamalia, 75 spesies burung, tempat hidup harimau sumatera, tempat hidup buaya senyulong, dan merupakan daerah tangkapan air.

Dewan Daerah Walhi Sumsel Aidil Fitri menuturkan, perluasan kawasan konsesi akan menyebabkan sedikitnya 500 warga di sekitar hutan tergusur. Warga tersebut selama ini bekerja sebagai petani karet.

”Perluasan konsesi menyebabkan konflik hewan dengan manusia. Selama dua tahun sudah lima kali harimau menyerang manusia,” katanya.

Sekretaris Dinas Kehutanan Sumsel Zulfikar mengatakan, izin pengelolaan hutan dikeluarkan secara terpusat. Dinas Kehutanan di kabupaten dan provinsi hanya berwenang soal pengamanan hutan.

Sumber : Kompas




Selengkapnya...

Selasa, Juli 28, 2009

RSPO Hanya untuk Menjaga Citra

Palembang, Kompas - Sertifikat Roundtabel on Sustainable Palm Oil atau Konferensi Minyak Sawit Berkelanjutan yang diberikan kepada perusahaan kelapa sawit tidak menjamin perusahaan itu telah melaksanakan prinsip-prinsip RSPO. Sertifikat RSPO hanya salah satu cara untuk menimbulkan citra positif bagi perusahaan.

Demikian kesimpulan dalam diskusi yang bertema ”Menyibak Skenario di Balik Sertifikasi RSPO” yang diselenggarakan Walhi Sumatera Selatan dan kantor berita Antara, Senin (27/7) di Palembang.

Ketua Departemen Kampanye Sawit Watch, Jefri Gideon Saragih, mengutarakan, ada empat perusahaan kelapa sawit di Indonesia yang telah memiliki sertifikat Roundtabel on Sustainable Palm Oil (RSPO). Satu perusahaan di Sumsel, dua perusahaan di Kalimantan Tengah, dan satu perusahaan di Sumatera Utara.

Namun, kata Jefri, keempat perusahaan tersebut sebenarnya belum melaksanakan delapan prinsip dan 39 kriteria RSPO.

”Masih banyak konflik antara perusahaan-perusahaan tersebut dengan masyarakat. Sawit Watch menerima surat pengaduan dari masyarakat yang berkonflik dengan perusahaan itu,” kata Jefri.

Jefri mengungkapkan, sertifikat RSPO pada akhirnya hanya untuk kepentingan pasar. Perusahaan yang mengantongi sertifikat RSPO seolah-olah sudah berhasil menghasilkan minyak kelapa sawit mentah (CPO) tanpa konflik dengan masyarakat dan tanpa menimbulkan kerusakan pada lingkungan.

Menurut Jefri, seharusnya ada sistem yang kuat untuk mengawasi perusahaan-perusahaan kelapa sawit di Indonesia.

Kepala Subbidang Pengendalian Pencemaran Badan Lingkungan Hidup Sumsel Muhammad Andhy menuturkan, perusahaan kelapa sawit di Sumsel yang memiliki sertifikat RSPO bukan yang terbaik dalam pengelolaan lingkungan. Perusahaan tersebut masuk dalam kategori biru, belum masuk kategori hijau yang berarti terbaik.

Andhy menuturkan, banyak perusahaan kelapa sawit di Sumsel yang tidak menyampaikan laporan pengelolaan lingkungan. Padahal, keberadaan perkebunan kelapa sawit dan pabrik pengolahan CPO menimbulkan dampak lingkungan.

Menurut Direktur Walhi Sumsel Anwar Sadat, RSPO memiliki kelemahan karena sifatnya tidak mengikat perusahaan dan tidak ada konsekuensi bagi perusahaan yang tidak memilikinya. RSPO juga tidak mempunyai otoritas melakukan intervensi.

Sekretaris Dinas Perkebunan Sumsel Anung Riyanta mengungkapkan, Sumsel memiliki 3,2 juta hektar lahan perkebunan, tetapi yang dimanfaatkan baru 2,03 juta hektar.

Menurut akademisi Unsri, Julian Junaedi, RSPO adalah strategi memperlambat meletusnya konflik antara perusahaan perkebunan kelapa sawit dan masyarakat.

Penangkapan

Jefri memaparkan, banyak perusahaan kelapa sawit yang masih berkonflik dengan masyarakat terkait sengketa lahan. Rata-rata setiap tahun di seluruh Indonesia ada 20 orang yang ditangkap polisi karena masalah sengketa lahan dengan perusahaan kelapa sawit. Sejak Sawit Watch berdiri tahun 2004 sampai tahun 2009, terdapat 576 kasus konflik lahan.

Menurut Jefri, masalah sengketa lahan muncul karena masyarakat tidak mempunyai sertifikat tanah sehingga tidak bisa membuktikan kepemilikannya.

”Warga ditangkap ketika berunjuk rasa memasuki wilayah perusahaan, mencabuti tanaman kelapa sawit, atau melakukan perusakan,” kata dia.

Kompas




Selengkapnya...